REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Jepang dan China telah mengadakan pembicaraan mengenai air limbah radioaktif olahan dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh.
Dalam pembicaraan yang dilaksanakan di Dalian, China timur laut pada Sabtu, kedua pihak memaparkan posisi mereka dan bertukar pendapat mengenai masalah teknis terkait air yang diolah, demikian dilaporkan Kyodo News dengan mengutip pernyataan Kementerian Luar Negeri Jepang, Ahad (31/3/2024).
Pembicaraan ini adalah dialog tingkat pakar Jepang-China pertama yang diakui secara publik mengenai masalah ini.
Jepang mengulangi bahwa air limbah yang dibuang adalah "kegiatan pemantauan radiasi berkelanjutan yang aman dan terperinci." Pihaknya diwakili oleh pejabat Kementerian Luar Negeri, Ekonomi dan Perdagangan, serta Otoritas Regulasi Nuklir dan operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power Company Holdings Inc. (TEPCO).
Sementara Beijing diwakili pakar dari organisasi riset. Dalam pembicaraan pada November, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Presiden China Xi Jinping setuju untuk mencari cara menyelesaikan masalah tersebut melalui konsultasi dan dialog.
Jepang mulai membuang air limbah radioaktif olahan dari pembangkit tersebut pada Agustus, sehingga memicu reaksi keras dari China dan pihak oposisi di Korea Selatan dan Kepulauan Solomon.
Beijing melarang impor hasil laut dari Jepang setelah Tokyo terus melanjutkan rencana pembuangan limbah. Pembangkit tersebut memiliki lebih dari 1 juta ton air limbah olahan untuk dibuang dalam proses 30 tahun.
Pembangkit itu terpaksa ditutup setelah mengalami kecelakaan nuklir terbesar sejak Chernobyl pada 1986, setelah terjadi gempa dan tsunami pada 2011.
Operator tersebut bulan lalu mengatakan 5,5 ton air yang diperkirakan mengandung 22 miliar becquerel zat radioaktif itu telah bocor dari sebuah bangunan untuk mengolah air yang terkontaminasi. Insiden itu terjadi akibat kesalahan pekerja, tetapi tidak berdampak pada kesehatan staf atau lingkungan di luar pabrik, tambahnya.