REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Para profesor kedokteran Korea Selatan bersiap untuk mengurangi jam kerja mereka pekan ini untuk mengatasi kelelahan yang semakin meningkat akibat pemogokan yang berkepanjangan oleh dokter junior.
Menurut komite tanggap darurat untuk profesor kedokteran nasional, para profesor, yang merupakan dokter senior di rumah-rumah sakit besar, akan memangkas jam kerja mereka mulai Senin.
“Meskipun kami telah merawat pasien tanpa batasan waktu dan mengurangi jumlah mereka, tampaknya kami telah mencapai batas fisik kami. Kami akan menyesuaikan kembali jam kerja kami.” kata Bang Jae-seung, ketua komite, pada konferensi pers, dikutip Yonhap, Ahad (31/3/2024).
Bang mengatakan, survei baru-baru ini di sebuah rumah sakit universitas menunjukkan jam kerja mingguan para profesor itu berkisar antara 60 hingga 98 jam, serta komite telah sepakat bahwa para profesor akan mengambil cuti siang hari setelah bekerja 24 jam berturut-turut.
Berdasarkan rencana tersebut, profesor akan fokus pada perawatan pasien penyakit serius dan darurat sambil mengurangi operasi dan layanan untuk pasien rawat jalan.
“Kami akan tetap merawat pasien darurat untuk memenuhi tugas kami sebagai dokter,” kata Bang.
“Kami mohon maaf karena ketidaknyamanan masyarakat akan semakin bertambah, namun harap dipahami bahwa ini adalah tindakan yang perlu dilakukan demi keselamatan pasien dan staf medis,” lanjutnya.
Tindakan ini diambil sepekan setelah asosiasi profesor kedokteran berbeda mengurangi jam kerja mingguan mereka menjadi 52 jam. Asosiasi tersebut juga mengatakan para profesornya akan meminimalkan layanan untuk pasien rawat jalan mulai Senin agar dapat berkonsentrasi pada pasien yang sakit parah dan darurat.
Kementerian kesehatan mengatakan pemerintah mengadakan pertemuan tanggapan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan Cho Kyoo-hong pada Minggu dan menyatakan “penyesalan” atas rencana pengurangan jam kerja itu.
Cho memerintahkan pemerintah untuk memeriksa secara lebih menyeluruh pengoperasian ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif serta mengambil tindakan tanggap darurat yang lebih kuat, kata kementerian tersebut.
Lebih dari 90 persen dari 13.000 dokter magang di negara tersebut melakukan pemogokan dalam bentuk pengunduran diri massal sejak 20 Februari untuk memprotes keputusan pemerintah yang akan menambahkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi dari 3.058 kursi saat ini.