REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mencoret Pramuka sebagai ekstrakurikuler (ekskul) yang wajib diikuti peserta didik, memicu reaksi keras dari publik. Keputusan Nadiem tersebut dinilai kebablasan dan tidak proporsional mengingat Pramuka terbukti berperan penting dalam pembentukan karakter pelajar Pancasila.
“Kebijakan penghapusan Pramuka sebagai ekskul wajib bagi kami kebablasan. Pramuka selama ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, cinta alam, kepemimpinan, hingga keorganisasian bagi peserta didik. Kegiatan kepanduan ini juga telah berkontribusi bagi ternanamnya rasa cinta air yang menjadi karakter khas pelajar Pancasila,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Senin (1/4/2024).
Huda mengatakan, menjadikan kegiatan ekstrakurikuler termasuk Pramuka sebagai kegiatan sukarela bagi peserta didik bisa jadi kebijakan terbaik. Kendati demikian, Mendikbudristek harusnya memahami bahwa tidak semua peserta didik maupun wali murid yang mempunyai preferensi cukup untuk memilih kegiatan ekskul sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Jangan semua dibayangkan peserta didik kita semua ada di kota-kota besar yang mempunyai akses informasi cukup untuk memahami kebutuhan pengembangan diri mereka. Bagaimana dengan peserta didik yang ada di pelosok nusantara. Bisa jadi mereka akan memilih tidak ikut ekskul karena hanya bersifat sukarela,” ujarnya.
Huda menilai, klausul adanya kegiatan ekskul bersifat wajib di Permendikbud 63/2014 merupakan tindakan afirmasi. Dengan adanya kewajiban ini maka penyelenggara sekolah, peserta didik, maupun tenaga pendidik mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakannya.
“Dipilihnya Pramuka sebagai ekskul wajib tentu mempunyai alasan dan dasar hukum jelas. Di mana Pramuka secara historis telah terbukti sebagai kegiatan yang efektif dalam menanamkan rasa cinta Tanah Air, mengajarkan semangat kemandirian dan kebersamaan, sekaligus melatih kepemimpinan dan organisasi. Negara juga mengakui arti penting Pramuka dengan melahirkan UU Nomor 12/2010 tentang Gerakan Pramuka,” kata Huda.
Politisi PKB ini menegaskan, saat ini Pramuka masih layak dijadikan ekskul wajib di sekolah. Hal ini seusai dengan kaidah fiqih, dar'ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih atau menghindari keburukan harus lebih didahulukan daripada mengejar kebaikan.
“Anda bisa bayangkan potensi negatif apa yang terjadi saat tidak ada kewajiban bagi peserta didik untuk memilih salah satu pun ekskul yang ditawarkan sekolah karena bersifat sukarela. Apalagi saat ini penetrasi medsos begitu luar biasa yang membuat mayoritas generasi kita lebih suka rebahan dan suka happy-happy sebagai bagian jati diri,” ujar Huda.
Mendikbudristek Nadiem Makarim diketahui menghapus Pramuka sebagai ekskul yang wajib diikuti peserta didik. Hal itu tertuang melalui Permendikbudristek Nomor 12/2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Dalam aturan tersebut, keikutsertaan peserta didik terhadap kegiatan ekstrakurikuler termasuk Pramuka bersifat sukarela. Aturan ini menghapus Permendikbud 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Pihak Kemendikbudristek berkilah, sekolah masih wajib menyediakan ekstrakurikuler pramuka pada Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. “Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tidak mengubah ketentuan bahwa pramuka adalah ekstrakurikuler yang wajib disediakan sekolah. Sekolah tetap wajib menyediakan setidaknya satu kegiatan ekstrakurikuler, yaitu pramuka,” ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo lewat keterangannya, Senin (1/4/2024).
Anindito menuturkan, sejak awal pihaknya tidak memiliki gagasan meniadakan Pramuka. Dia mengeklaim, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 justru menguatkan peraturan perundangan dalam menempatkan pentingnya kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan. Dalam praktiknya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian Pendidikan Kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan menjadi tidak wajib namun apabila satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan perkemahan maka tetap diperbolehkan.
Selain itu, keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler juga bersifat sukarela yakni sesuai dengan UU 12/2010 yang menyatakan gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. “Sejalan dengan hal itu Permendikbudristek 12/2024 mengatur bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka bersifat sukarela,” ujarnya.