REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendukung langkah strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengakhiri stimulus berupa restrukturisasi kredit perbankan untuk penanganan dampak negatif pandemi Covid-19. Dukungan dari Asbisindo tersebut memiliki alasan kuat.
Ketua Umum Asbisindo Hery Gunardi mengatakan, kondisi perbankan Tanah Air khususnya perbankan syariah, saat ini memiliki resiliensi yang tinggi pascapandemi. Kendati kondisi perekonomian Indonesia masih dibayangi ketidakpastian perekonomian global.
“Hal ini tak terlepas dari strategi dan respons pemerintah yang tepat dalam menghadapi krisis akibat pandemi maupun ketidakpastian ekonomi global. Strategi dan respons cepat ini membantu meringankan nasabah perbankan yang terdampak pandemi. Di sisi lain, tingkat permodalan industri perbankan nasional khususnya perbankan syariah cukup kuat. Likuiditasnya pun sangat memadai. Faktor-faktor tersebut diperkuat pula oleh manajemen perbankan syariah yang mampu menerapkan pengelolaan risiko yang baik,” kata Hery, dalam keterangan tertulis, Senin (1/4/2024).
Selain itu, menurut Hery, Asbisindo mendukung OJK dalam mengakhiri restrukturisasi karena saat ini pemulihan ekonomi semakin menunjukkan peningkatan. Tingkat inflasi terus mampu ditekan dan semakin terkendali. Di sisi lain, investasi di dalam negeri kian bertumbuh.
“Faktor-faktor tersebut menjadi bukti kondisi perekonomian pasca-pandemi semakin pulih. Hal ini sejalan dengan status pandemi Covid-19 di Indonesia yang dinyatakan berakhir oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres No 17 Tahun 2023 yang terbit pada Juni tahun lalu. Kebijakan pemerintah tersebut kembali memutar roda perekonomian masyarakat menjadi lebih cepat,” katanya.
Di sisi lain, memasuki tahun ini indikator industri perbankan Indonesia dalam kondisi prima. OJK mencatat, pada Januari 2024 rasio kecukupan modal (CAR) berada di level 27,54 persen. Kondisi likuiditas dilihat dari Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 231,14 persen. Sedangkan NonCore Deposit (NCD) sebesar 123,42 persen dengan tingkat rentabilitas yang memadai.
“Rasio-rasio tersebut mencerminkan perbankan di Tanah Air utamanya perbankan syariah diperkuat dengan mitigasi risiko yang solid,” ujar Hery yang juga selaku Direktur Utama di PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI.
Berdasarkan laporan Statistik Perbankan Syariah yang dirilis oleh OJK, jumlah aset perbankan syariah terus meningkat. Pada akhir 2023, aset bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) mencapai Rp 868,98 triliun, tumbuh 11,1 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan aset tersebut didorong oleh peningkatan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK).
“Data-data tersebut menunjukkan bahwa industri perbankan syariah cukup resilien dan terus bertumbuh. Untuk itu, kami optimis bahwa pasar siap dengan berakhirnya restrukturisasi, yang efektif per 31 Maret 2024,” tutup Hery.