REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha menjadi saksi ahli dari kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD di sidang lanjutan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Dalam sidang, ia menyoroti bagaimana KPU menyalahi prosedur untuk menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto.
Sebab usai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, KPU langsung menerbitkan keputusan KPU Nomor 1378 yang menjadi landasan dan pedoman teknis setelah hasil verifikasi. Namun, KPU tak terlebih dahulu mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Tindakan ini hemat saya adalah salah prosedur, harusnya KPU mengubah terlebih dahulu Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 Pasal 13 Ayat 1 huruf q sebagai konsekuensi undang-undang berubah," ujar I Gusti Putu Artha dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
"Maka undang-undang yang lain harus dilihat, pasal berapa? Pasal 231 Ayat 4 (UU Pemilu), apa bunyinya, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi bakal pasangan calon, diatur dalam Peraturan KPU," sambungnya.
Pada saat yang sama, KPU mengabaikan Pasal 231 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan langsung menerbitkan keputusan KPU. Lembaga pimpinan Hasyim Asy'ari itu hanya fokus terhadap Pasal 169 UU Pemilu yang terkait syarat pendaftaran capres-cawapres.
"Selain melanggar Pasal 231 Ayat 4 UU Pemilu, penerbitan Keputusan KPU 1378 itu juga melanggar Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022, tentang tata cara pembentukan peraturan dan keputusan di lingkungan KPU," ujar I Gusti Putu Artha.
"Pasal 30 Ayat 2 menjelaskan bahwa dalam pengajuan rancangan keputusan KPU, biro penyusun melakukan penyelarasan terhadap Peraturan KPIU. Faktanya materi keputusan KPU 1378 soal syarat umur tidak selaras dengan Peraturan KPU nomor 19 Tahun 2023," sambungnya.