Selasa 02 Apr 2024 14:46 WIB

Kubu Ganjar-Mahfud akan Ajukan Pemanggilan Kapolri ke MK

Kuasa hukum juga meminta pemanggilan Airlangga, Sri Mulyani, dan Tri Rismaharini.

Rep: Nawir Arysad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis
Foto: Republiika/Nawir Arsyad Akbar
Kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan melayangkan surat permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Selain itu, kuasa hukum mengusulkan pemanggilan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.

"Bahwa cukup banyak hal yang menyangkut kepolisian, pihak polisi yang melakukan intimidasi, kriminalisasi, yang terlibat dengan ketidaknetralan dalam kampanye," ujar kuasa hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di jeda sidang sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Baca Juga

"Kami ingin meminta Kapolri untuk memberikan penjelasan dan akuntabel dalam kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dia lakukan, karena tidak cukup hanya melihat soal bansos," katanya melanjutkan.

Adapun pemanggilan Sri Mulyani, Airlangga, dan Risma untuk fokus terkait dugaan politisasi bantuan sosial (bansos). Sedangkan Kapolri akan terkait dengan dugaan pelanggaran independensi kepolisian pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Kita juga melihat aspek-aspek pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang mencederai demokrasi dan integritas pemilihan umum," ujar Todung.

Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam bidang sosiologi, Suharko mengatakan secara legal Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukanlah petahana pada Pilpres 2024. Namun, ada efeknya ketika Prabowo Subianto memilih Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Meski Jokowi tidak pernah menyampaikan arah dukungannya pada Pilpres 2024, tetapi Gibran sebagai putra sulungnya dipandang publik sebagai bentuk dukungan. Hal tersebutlah yang membuat efek bansos mengarah ke pasangan calon nomor urut 2 itu.

"Jadi dalam hal ini saya melihat ketika Jokowi, misalnya turun ke masyarakat membagi-bagikan bansos, ya dalam persepsi publik, saya kira adalah dia bagian dari petahana," ujar Suharko sebagai saksi ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Jokowi juga dianggap publik mendukung Prabowo-Gibran lewat gerakan dan simbolnya, bukan dari pernyataannya. Saat Jokowi langsung membagikan bansos ke masyarakat, hal tersebut dipandangnya sebagai upaya meningkatkan ketokohannya yang dianggap berafiliasi dengan pasangan calon nomor urut 2.

Kemudian, pembagian bansos dinilainya terjadi di daerah-daerah yang notabenenya merupakan lumbung suara dari Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Salah satunya adalah pembagian bansos yang masif di Jawa Tengah.

"Ketika dengan gerakan-gerakan atau mimik simbolik yang mengatakan dukunglah mungkin paslon nomor 2, saya kira preferensi pemilih akan terpengaruh ke sana," ujar Suharko.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement