Rabu 03 Apr 2024 09:18 WIB

Di Gaza, Perjalanan Mencari Makan Adalah Misi Kematian

PBB memperingatkan kelaparan dapat segera terjadi di Gaza.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Orang-orang memeriksa lokasi di mana pekerja World Central Kitchen terbunuh di Deir al-Balah, Jalur Gaza, Selasa, (2/4/2024).
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Orang-orang memeriksa lokasi di mana pekerja World Central Kitchen terbunuh di Deir al-Balah, Jalur Gaza, Selasa, (2/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Omar Deeb hampir terhantam tembakan tank Israel saat mencari makanan di Gaza. Ia melihat orang-orang di sekitar tewas ketika ia kembali keluar untuk mencari makanan bagi keluarganya.

Namun, seperti banyak orang di Gaza ia dapat segera menghadapi kelaparan bila ia tidak melakukan perjalanan dalam apa yang ia sebut "misi kematian". Ommar mempertaruhkan nyawanya demi memberi makan enam anaknya yang kini tinggal di tempat penampung di dalam sebuah sekolah. "Bila saya pergi, kami makan. Bila saya tidak pergi, kami tidak makan," kata Deeb yang tinggal di Kota Gaza, Selasa (2/4/2024).

Baca Juga

Pihak berwenang kesehatan Gaza mengatakan, mengamankan bantuan menjadi persoalan hidup dan aman di Gaza yang dibombardir Israel selama enam bulan terakhir. Serangan Israel sudah menewaskan lebih dari 32 ribu orang Palestina dan melukai lebih dari 75 ribu lainnya.

PBB memperingatkan kelaparan dapat segera terjadi di Gaza. Badan dunia itu juga mengeluhkan sulitnya mengirimkan bantuan dan mendistribusikan ke seluruh Gaza karena pembatasan yang diberlakukan Israel. Amerika Serikat (AS) juga memperkirakan kelaparan dapat segera terjadi.

Deeb belum sepenuhnya pulih dari luka akibat serpihan gedung yang meledak menghantamnya ketika ia mencoba mengambil tepung dari truk bantuan yang masuk ke Gaza utara. Ia juga hampir dua kali tewas, pertama pada 29 Februari lalu ketika kementerian kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 100 orang yang mencoba mengambil bantuan dibunuh Israel.

Israel berdalih dengan mengatakan orang-orang itu tewas terlindas truk yang membawa bantuan. Deeb mengatakan peristiwa kedua ia hampir tewas terjadi pada 23 Maret lalu ketika Israel melepaskan tembakan ke titik jatuhnya bantuan yang dikirim lewat udara di bundaran Kuwait.

Ia mengatakan, beberapa orang di sekitarnya tewas, sebagian besar anggota badan yang terdiri dari klan keluarga tradisional dan faksi untuk mengamankan bantuan yang dikenal sebagai Popular Committees. "Setiap kali (saya pergi) rasanya seperti terakhir kali saya pergi," kata Deeb.

"Karena itu saya menyampaikan salam perpisahan pada istri dan anak-anak saya. Saya meminta maaf pada istri saya, pada anak-anak saya," kata Deeb. Putranya yang berusia lima tahun tewas dalam serangan udara yang mengenai rumahnya pada bulan Desember lalu.

Militer Israel tidak menanggapi permintaan komentar tentang membahayakan pencari bantuan. Pada 23 Maret lalu militer Israel mengatakan pasukannya tidak melepas tembakan ke orang-orang di bundaran Kuwait.

Pejabat Israel mengklaim mereka meningkatkan akses bantuan ke Gaza. Israel juga menolak bertanggung jawab atas keterlambatan pengiriman bantuan dan menjatuhkan tanggung jawab bantuan di dalam Gaza pada PBB dan lembaga kemanusiaan. Israel juga menuduh Hamas mencuri bantuan, tuduhan yang dibantah keras Hamas.

Warga dari Australia, Inggris dan Polandia juga tewas dalam serangan Israel. Mereka termasuk tujuh orang yang bekerja untuk lembaga chef terkenal Jose Andres, World Central Kitchen, yang tewas dalam serangan udara Israel di Gaza tengah. "Terakhir kali saya makan daging, daging ayam, satu pekan sebelum perang," kata Deeb.

Putus asa dan kelaparan, ribuan orang seperti Deeb berjalan menuju titik jatuhnya bantuan yang dikirimkan lewat udara di malam hari. Mereka mencoba mendapatkan tepung atau makanan kaleng.

Mereka mengetahui kapan jatuhnya bantuan dari supir truk bantuan yang menelepon kerabat mereka yang kemudian menyebarkan lewat mulut ke mulut. "Ketika truk bantuan tiba di Deir Al-Balah di Gaza tengah, kerabat tetangga saya (supir truk bantuan) meneleponnya, dan kami berangkat, kapan pun itu waktunya," kata Deeb.

Ketika Deeb dan warga lain berdesak-desakan menunggu bantuan, anggota Popular Committess seperti Abu Mahmoud, menggunakan tongkat mereka agar massa tetap tertib. Beberapa anggota kelompok itu yang sebagian besar dari Hamas juga membawa senjata api.

Pasukan Israel berjanji menumpas Hamas sehingga menjadi sangat beresiko bagi siapa pun yang memiliki hubungan dengan kelompok itu untuk melindung bantuan untuk warga sipil. Sehingga pekerjaan itu ditanggung Popular Committess. Gaza memiliki beberapa klan keluarga besar, sebagian di antaranya diyakini memiliki persenjataan berat.

Mantan pegawai negeri Hamas, Abu Mahmoud selamat dari kematian di dua peristiwa yang disinggung Deeb. Di salah satu peristiwa ia kehilangan tiga temannya. Ayah lima anak itu mengatakan misi teman-temannya yang  mempertaruhkan nyawa sama pentingnya dengan melawan Israel.

"Ini misi untuk syahid," kata Abu Mahmoud yang menolak mengungkapkan nama belakangnya karena khawatir diincar Israel. Sumber dari Popular Committees mengatakan jumlah anggotanya yang tewas dalam satu bulan terakhir sekitar 70 orang. Menurut sumber dari klan keluarga dan badan itu, 70 orang itu dibunuh Israel di lokasi titik jatuhnya bantuan yang berbeda.

Abu Mahmoud mengatakan rintangan utama untuk mengirimkan bantuan ke Gaza utara adalah serangan Israel yang menewaskan dan melukai ratusan orang Palestina setiap harinya. Masalah lain adalah massa yang begitu banyak yang berlari ke arah bantuan.

Popular Committees mengatakan terkadang orang-orang itu merupakan pencuri serakah bukan warga Gaza yang kelaparan. "Misi kami sangat beresiko, kami tidak bisa melepaskan tembakan ke orang-orang, kami tidak ingin melakukannya, jadi sebagian besar tembakan ke udara untuk membubarkan pencuri," kata Abu Mahmoud.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement