REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Xi Jinping berbicara melalui telepon dengan Presiden Joe Biden untuk membahas isu bilateral China dan Amerika Serikat (AS). Percakapan telepon itu berlangsung pada Selasa (2/4/2024) malam waktu Beijing atau Selasa pagi waktu Washington atas permintaan Presiden Joe Biden.
"Presiden Xi Jinping menekankan, persepsi strategis selalu menjadi hal mendasar dalam hubungan China-AS, seperti kancing baju pertama yang harus dipasang dengan benar," demikian disebutkan dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri China, Selasa, (2/4/2024).
Pembicaraan tersebut adalah pembicaraan pertama kedua pemimpin negara besar tersebut pasca pertemuan San Fransisco pada November 2023. "Dua negara besar seperti China dan AS tidak boleh memutuskan hubungan atau mengabaikan satu sama lain, apalagi terjerumus ke dalam konflik atau konfrontasi. Kedua negara harus saling menghormati, hidup berdampingan secara damai dan berupaya untuk mewujudkan kerja sama yang saling menguntungkan," kata Presiden Xi dalam pernyataan tersebut.
Presiden Xi Jinping menggarisbawahi tiga prinsip yang harus memandu hubungan China-AS pada 2024. "Pertama, perdamaian harus dihargai. Kedua negara harus menetapkan landasan tanpa konflik dan tanpa permusuhan sembari terus memperkuat pandangan positif dalam hubungan tersebut," ujar Presiden Xi.
Prinsip kedua adalah memprioritaskan stabilitas. Kedua negara harus menahan diri untuk tidak memperburuk hubungan, memprovokasi insiden atau melewati batas, demi menjaga stabilitas hubungan secara menyeluruh.
"Ketiga, kredibilitas harus dijunjung tinggi. Kedua negara harus menghormati komitmen satu sama lain dalam bentuk tindakan, dan mewujudkan visi San Francisco agar dapat menjadi kenyataan," ungkap Presiden Xi.
Kedua negara, menurut Xi, perlu memperkuat dialog dengan cara yang saling menghormati, mengelola perbedaan dengan bijak, memajukan kerja sama dengan semangat saling menguntungkan dan meningkatkan koordinasi dalam isu internasional dengan cara yang bertanggung jawab. "Masalah Taiwan adalah garis merah pertama yang tidak boleh dilampaui dalam hubungan China-AS," tegas Presiden Xi.
Dalam menghadapi aktivitas separatisme yang menginginkan "kemerdekaan Taiwan" dan dukungan eksternal terhadap kelompok tersebut, Presiden Xi menyebut China tidak akan berdiam diri. "China mendesak AS untuk menerjemahkan komitmen Presiden Biden yang tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan' menjadi tindakan nyata," ungkap Presiden Xi.
Lebih lanjut, AS juga telah mengadopsi serangkaian tindakan yang membatasi perdagangan dan perkembangan teknologi China serta makin banyaknya entitas China yang masuk daftar sanksi AS.
"Tindakan ini bukannya 'mengurangi risiko' namun malah menciptakan risiko. Jika AS benar-benar bersedia mengupayakan kerja sama yang saling menguntungkan dan berbagi keuntungan dari perkembangan China. Pintu China pun akan selalu terbuka, namun jika AS bersikeras untuk membendung perkembangan teknologi China dan merampas hak China atas pembangunan, maka kami tidak akan tinggal diam dan hanya menonton," kata Presiden Xi.
Dalam pembicaraan itu, disebutkan Presiden Xi Jinping juga menyampaikan posisi China mengenai Hong Kong, hak asasi manusia, Laut Cina Selatan, dan isu lainnya. Xi Jinping dan Joe Biden juga bertukar pandangan mengenai krisis Ukraina, situasi di Semenanjung Korea dan masalah internasional lainnya.
"Hubungan China-AS mulai stabil, dan hal ini disambut baik oleh masyarakat kedua negara dan komunitas internasional. Namun di sisi lain, faktor negatif hubungan juga berkembang dan hal ini memerlukan perhatian kedua belah pihak," demikian disebutkan dalam pernyataan tersebut.
Kedua presiden juga menilai panggilan telepon itu dilakukan dengan jujur dan konstruktif. Mereka sepakat untuk tetap berkomunikasi dan menugaskan tim masing-masing untuk mewujudkan visi San Francisco.
Termasuk meningkatkan mekanisme konsultasi mengenai isu diplomatik, ekonomi, keuangan, komersial, militer, kerja sama di berbagai bidang seperti pemberantasan narkotika, kecerdasan buatan, merespons masalah perubahan iklim, upaya perluasan pertukaran antarmasyarakat dan meningkatkan komunikasi soal isu-isu internasional dan regional.
China juga menyambut baik rencana kunjungan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke China, dalam waktu dekat.