REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan terbaru yang dilakukan Boston University mengungkap bahwa China memiliki peluang untuk mendorong revolusi energi di Afrika. Namun pertama-tama, China harus melawan pengabaian investasi energi terbarukan yang terjadi selama hampir dua dekade di Afrika.
Beijing telah muncul sebagai mitra dagang bilateral terbesar di benua Afrika sejak awal abad ini dan telah membiayai proyek-proyek infrastruktur berskala besar senilai miliaran dolar.
Tiga tahun yang lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa negaranya tidak akan membangun proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri. Ia juga berjanji untuk menangani perubahan iklim dengan mendukung pengembangan energi hijau dan rendah karbon.
Meskipun potensi energi hijau Afrika adalah salah satu yang tertinggi di dunia, namun sejauh ini, pinjaman dan investasi Tiongkok hanya memberikan dukungan yang relatif kecil untuk transisi energi di benua tersebut.
Pinjaman untuk energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, dari dua lembaga pembiayaan pembangunan utama China hanya mencakup 2 persen dari pinjaman energi senilai 52 miliar dolar AS sejak tahun 2000 hingga 2022. Sementara itu, lebih dari 50 persen dialokasikan untuk bahan bakar fosil.
"Mengingat tantangan ekonomi saat ini dan peluang energi di masa depan, Cina dapat memainkan peran dalam memberikan kontribusi pada akses dan transisi energi Afrika melalui perdagangan, keuangan, dan FDI (investasi asing langsung)," kata laporan tersebut seperti dilansir Reuters, Rabu (3/4/2024).
Lembaga-lembaga pembiayaan pembangunan Cina telah berfokus pada investasi dalam ekstraksi dan ekspor komoditas ke Cina dan proyek-proyek elektrifikasi. Pinjaman Cina juga menyasar banyak sektor yang menghasilkan minyak dan mineral yang mengalir kembali ke Cina.
Setidaknya delapan proyek pembangkit listrik tenaga air yang dibiayai oleh Export-Import Bank of China (CHEXIM), yang mewakili 26 persen dari seluruh pinjaman pembangkit listrik tenaga air, dimaksudkan untuk mendukung ekstraksi berbagai macam logam.
"Meskipun jalur ini telah menghasilkan pendapatan ekspor bagi perekonomian Afrika, negara-negara Afrika belum menerima manfaat penuh dari teknologi energi terbarukan," kata laporan tersebut.
Pada tahun 2022, bahan bakar fosil menyumbang sekitar 75 persen dari total pembangkit listrik di Afrika dan sekitar 90 persen dari konsumsi energi.