Kamis 04 Apr 2024 19:38 WIB

BRIN: Pertemuan Uap Air dan IOD Negatif Picu Hujan di Barat Indonesia

Massa uap air dari Hindia dan Pantura bertemu di jawasan barat Jawa membuatnya basah.

Red: Friska Yolandha
Pengendara menerobos genangan air yang menutupi ruas jalan H.R Rasuna Said, Jakarta, Rabu (3/4/2024). Genangan tersebut disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi serta aliran drainase yang meluap sehingga menyebabkam lalu lintas tersendat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara menerobos genangan air yang menutupi ruas jalan H.R Rasuna Said, Jakarta, Rabu (3/4/2024). Genangan tersebut disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi serta aliran drainase yang meluap sehingga menyebabkam lalu lintas tersendat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan mengatakan pertemuan massa uap air dari selatan dan utara ditambah Indian Ocean Dipole (IOD) yang menuju fase negatif menyebabkan hujan sering muncul pada kawasan barat Indonesia. Katanya, posisi matahari sudah bergeser meninggalkan ekuator yang artinya pusat tekanan rendah sudah mulai bergeser.

"Dampaknya uap air dari wilayah selatan sudah mulai masuk dan uap air dari arah utara juga masih kuat," kata Eddy saat dihubungi di Jakarta, Kamis (4/4/2024). 

Baca Juga

Dia menuturkan massa uap air dari Samudera Hindia yang luas (selatan Indonesia) dan massa uap air dari Pantai Utara Jawa (Pantura) serta sebagian Asia (utara Indonesia) bertemu pada kawasan Jawa Barat bagian barat. Dua pertemuan massa uap air itulah yang membuat wilayah sekitarnya menjadi basah karena hujan.

Meski kedua massa uap air tersebut bertemu, kata Eddy, fenomena itu tidak membentuk pusaran angin.

"Apakah (hujan) hanya Jakarta? Tidak, karena sebagai besar itu nampaknya Sumatera Selatan hingga Sumatera bagian tengah, termasuk Padang, Pekanbaru, Padang Sidempuan, masih basah terutama Palembang dan Bandar Lampung," ujarnya.

Selain pertemuan dua massa udara dari selatan dan utara, nilai IOD yang sudah memasuki fase normal atau negatif perkuat fenomena hujan di Indonesia.

Eddy memandang tidak ada pengaruh El-Nino dan La-Nina. Hujan yang terjadi murni perpaduan antara nilai IOD yang mulai menuju fase negatif dan uap air.

"Intinya adalah kawasan kita merupakan daerah pusat tekanan rendah, sehingga banyak uap air yang masuk," ucap peneliti ahli utama BRIN itu.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement