Kamis 04 Apr 2024 21:26 WIB

Populasi Eropa Diprediksi akan Berubah dalam Beberapa Dekade ke Depan

Eropa tengah mengalami penurunan angka kelahiran yang cukup drastis.

Rep: Lintar Satria / Red: Friska Yolandha
Anak-anak yang mengenakan pakaian tradisional menunggu sebelum membawakan lagu selama pertunjukan tradisi Masnytsia, hari libur yang berasal dari zaman pagan, merayakan akhir musim dingin, di Kyiv, Ukraina, Sabtu, 16 Maret 2024.
Foto: AP Photo/Vadim Ghirda
Anak-anak yang mengenakan pakaian tradisional menunggu sebelum membawakan lagu selama pertunjukan tradisi Masnytsia, hari libur yang berasal dari zaman pagan, merayakan akhir musim dingin, di Kyiv, Ukraina, Sabtu, 16 Maret 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi The Black Death yang melanda Eropa dan Asia selama lima tahun pada pertengahan 1300-an diyakini mengurangi populasi dunia sampai sepertiganya. Hampir 700 tahun kemudian penelitian terbaru memperingatkan turunnya angka kelahiran yang dianggap akan menyusutkan jumlah manusia di bumi yang kini sebanyak 8 miliar jiwa dalam beberapa dekade ke depan akan mengakibatkan "perubahan sosial yang mengejutkan."  

Berdasarkan penelitian terbaru yang dirilis jurnal medis internasional The Lancet angka kelahiran di seluruh dunia mengalami penurunan. Penelitian itu mengatakan angka kelahiran pada tahun 2021 di lebih dari setengah negara dan wilayah di seluruh dunia berada di tingkat di bawah replacement level atau tingkat penggantian populasi.

Baca Juga

Replacement level merupakan indikator angka kelahiran yang dibutuhkan agar angka populasi suatu negara atau wilayah tetap. Salah satu penulis laporan penelitian tersebut Natalia V Bhattacharjee mengatakan dampak penurunan populasi ini "sangat besar" terutama di negara Eropa Barat yang sedang mengalami keresahan akibat imigrasi.

"Tren angka kelahiran dan kesuburan di masa depan akan akan mengubah perekonomian global dan keseimbangan kekuatan internasional sepenuhnya serta membutuhkan reorganisasi masyarakat," kata Bhattacharjee seperti dikutip dari Aljazirah, Kamis (4/4/2024).

Penelitian ini mengungkapkan turunnya angka kelahiran di negara-negara Eropa Barat dalam beberapa dekade ke depan akan memaksa negara-negara itu membuka diri pada imigrasi untuk mengatasi masalah ini. Sementara kelompok-kelompok sayap kanan membuat masalah angka kesuburan sebagai isu kontroversial.

Penelitian yang berjudul "Global fertility in 204 countries and territories, 1950–2021, with forecasts to 2100: a comprehensive demographic analysis for the Global Burden of Disease Study 2021" disusun tim peneliti internasional dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan (IHME) Universitas Washington.

Penelitian ini berdasarkan premis yang diterima umum bahwa total angka kelahiran atau kesuburan (TRF) satu negara harus 2,1 anak per perempuan untuk memastikan angka populasinya stabil.

Namun penelitian ini menemukan TRF di Eropa Barat pada tahun 2021 hanya 1,53 dan diprediksi menjadi 1,44 pada tahun 2050 kemudian turun lagi menjadi 1,37 pada tahun 2100. Diperkirakan Spanyol yang akan paling parah yakni 1,11 anak per perempuan pada tahun 2100.

Para peneliti memprediksi TRF Samoa, Somalia, Niger, Chad dan Tajikistan tetap di atas 2,1 untuk satu abad ke depan.

Turunnya angka kelahiran disebabkan oleh....

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement