Jumat 05 Apr 2024 08:16 WIB

MK Tegaskan Hanya Hakim Boleh Bertanya ke 4 Menteri Jokowi

Hanya hakim yang boleh bertanya ke empat menteri di sidang gugatan pilpres di MK.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat menteri pembantu Presiden Jokowi dijadwalkan menyampaikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024). Ketua majelis hakim yang juga Ketua MK, Suhartoyo, mengingatkan para pihak bahwa hanya hakim yang boleh bertanya kepada para menteri itu.

"Komitmennya tidak boleh mengajukan pertanyaan dan itu hanya untuk para hakim yang akan mengajukan pendalaman," kata Suhartoyo sebelum menskors sidang di gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (4/4/2024) malam WIB.

Baca Juga

Kendati begitu, Suhartoyo tetap meminta pemohon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud atau kuasa hukumnya hadir dalam persidangan besok. Termohon KPU serta pihak terkait Prabowo-Gibran dan Bawaslu juga diminta hadir.

"Tetap hadir untuk mendengarkan apa yang akan diperdalam oleh para hakim," ujarnya. Sidang akan dimulai pukul 08.00 WIB.

Empat pembantu Jokowi yang akan menyampaikan keterangan pada Jumat adalah Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Majelis juga memanggil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menyampaikan keterangan.

Sebagai gambaran, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menuntut MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran. Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi.

Salah satu bentuk pelanggaran TSM yang dilakukan Jokowi adalah penyaluran berbagai bansos kepada masyarakat jelang hari pencoblosan. "Dalam konteks kebijakan, Presiden Jokowi melakukan abuse of power dengan cara mempolitisasi bantuan sosial ....," kata Ganjar-Mahfud dalam berkas gugatannya halaman 50.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement