Jumat 05 Apr 2024 23:32 WIB

Warga Gaza Utara Terpaksa Bertahan Hidup dengan Rata-Rata 245 Kalori per Hari

Anak-anak di Gaza Utara dibayang-bayangi kematian akibat kelaparan.

Pengungsi Palestina berkumpul untuk mengumpulkan makanan yang disumbangkan oleh kelompok pemuda amal sebelum sarapan, pada hari kedua bulan suci Ramadhan di Rafah, di selatan Jalur Gaza, (12/3/ 2024).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Pengungsi Palestina berkumpul untuk mengumpulkan makanan yang disumbangkan oleh kelompok pemuda amal sebelum sarapan, pada hari kedua bulan suci Ramadhan di Rafah, di selatan Jalur Gaza, (12/3/ 2024).

REPUBLIKA.CO.ID, OVIEDO - Masyarakat di Gaza utara terpaksa bertahan hidup dengan rata-rata 245 kalori per hari, kata LSM internasional Oxfam dalam pernyataan resminya.

Asupan kalori rata-rata itu mewakili kurang dari 12 persen dari rata-rata kebutuhan kalori harian orang dewasa - itu pun tidak memperhitungkan akses terhadap nutrisi yang tepat.

Baca Juga

"Untuk buah-buahan dan sayur-sayuran yang masih tersedia dalam jumlah sedikit, kenaikan harga yang ekstrim karena kelangkaan telah membuat buah dan sayur tersebut tidak terjangkau oleh kebanyakan orang," kata Oxfam seperti dikutip Anadolu, Kamis (4/4/2024.

"Produk-produk nutri khusus dan pusat untuk merawat anak-anak kekurangan gizi juga sulit atau tidak ditemukan."

Oxfam mengatakan anak-anak sudah sekarat karena kelaparan dan kekurangan gizi di wilayah tersebut.

"Sebelum perang, kami dalam keadaan sehat dan memiliki tubuh yang kuat. Sekarang, melihat anak-anak saya dan saya sendiri, berat badan kami turun begitu banyak karena kami tidak makan makanan yang layak," kata seorang ibu yang terjebak di Gaza utara.

"Kami mencoba memakan apa pun yang kami temukan - tanaman liar, atau tumbuhan liar yang dapat dimakan setiap harinya hanya untuk bertahan hidup," kata dia seperti dikutip pernyataan resmi Oxfam. Diperkirakan 300 ribu orang masih terjebak di kawasan tersebut.

LSM internasional itu menekankan bahwa kelaparan juga membuat masyarakat lebih rentan terhadap penyakit.

Pada saat yang sama, dampak kelaparan diperburuk oleh "penghancuran total infrastruktur sipil" yang dilakukan Israel seperti terhadap rumah sakit, layanan air, dan sanitasi di Gaza.

"Israel sengaja membuat pilihan untuk membuat warga sipil kelaparan," kata direktur eksekutif Oxfam Internasional Amitabh Behar.

"Bayangkan bagaimana rasanya, tidak hanya mencoba bertahan hidup dengan 245 kalori setiap harinya, namun juga harus melihat anak-anak atau kerabat usia lanjut Anda melakukan yang sama.

"Mereka semua berada di pengungsian, dengan sedikit atau tanpa akses terhadap air bersih atau toilet, menyadari bahwa sebagian besar bantuan medis telah hilang dan berada di bawah ancaman drone dan bom."

Menganalisis data yang digunakan dalam analisis Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) terbaru untuk Jalur Gaza, Oxfam mengatakan total pengiriman makanan sejak Oktober lalu ke seluruh penduduk Gaza, sekitar 2,2 juta orang, hanya menyediakan 41 persen dari kebutuhan kalori harian per orang.

LSM tersebut menekankan temuan IPC itu bahwa bencana kelaparan akan segera terjadi di Gaza utara dan hampir seluruh penduduk kini mengalami kelaparan ekstrem, dengan 1,1 juta orang mengalami kerawanan pangan yang parah.

"Israel mengabaikan perintah Makhamah Internasional (ICJ) untuk mencegah genosida dan resolusi Dewan Keamanan PBB. Baru pekan lalu ICJ memerintahkan tindakan sementara, dengan menyatakan bahwa kelaparan bukan lagi mengancam, tetapi mulai terjadi di Gaza," kata Behar.

Oxfam mengatakan masyarakat internasional harus berhenti memasok senjata ke Israel dan melakukan segala kemungkinan untuk menjamin gencatan senjata yang segera dan permanen.

"Hanya dengan cara ini kita dapat menghentikan pembantaian mengerikan terhadap 2,2 juta orang yang telah menderita selama enam bulan. Israel tidak bisa lagi menggunakan kelaparan sebagai senjata," kata petinggi Oxfam itu.

photo
Kelaparan Esktrem di Gaza - (Republika)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement