Sabtu 06 Apr 2024 10:40 WIB

Kritisi Penjelasan Empat Menteri di MK, THN AMIN: Keterangan tak Sesuai Kenyataan

THN AMIN tetap menilai ada penggunaan APBN untuk naikkan elektabilitas calon tertentu

Rep: Eva Rianti / Red: Andri Saubani
Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) dan Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) berfoto bersama usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) dan Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) berfoto bersama usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (THN AMIN) membantah pernyataan para menteri yang bersaksi di persidangan Mahkamah Konsitusi (MK). Sebab, apa yang disampaikan para menteri tersebut, dinilai tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat.

Hal itu disampaikan oleh Ketua THN AMIN Ari Yusuf Amir. Ari diketahui tidak hadir dalam persidangan, Jumat (5/4/2024) karena tengah menjalankan ibadah umrah. 

Baca Juga

Ari mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan pemberian perlindungan sosial seperti yang disampaikan para menteri. Namun yang menjadi permasalahan adalah anggaran negara digunakan untuk meningkatkan elektabilitas calon tertentu.

"Kami punya beberapa buktinya dan sudah kami sampaikan kepada majelis hakim," kata Ari dalam keterangan tertulis, Jumat (5/4/2024). 

Ari menuturkan, ada beberapa indikasi dari adanya penggunaan uang pajak masyarakat untuk meningkatkan perolehan suara salah satu calon. Seperti saat presiden berkunjung 30 kali selama periode 22 Oktober 2023 sampai 1 Februari 2024. 50 persen di antaranya dilakukan di Jawa Tengah.

"Jika memang daerah yang dikunjungi adalah daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, cukup banyak daerah yang kemiskinannya tinggi tapi tidak dikunjungi seperti Aceh," tuturnya. 

Selain itu, penjelasan menteri yang menjadikan kenaikan subsidi energi sebagai alasan juga dianggap tidak tepat karena kenaikan belanja bansos bisa dilihat setelah subsidi energi dikesampingkan. Ari mengutip data APBN Kinerja dan Fakta, yang diterbitkan secara bulanan oleh Kemenkeu, terlihat realisasi bansos (Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar, Program Bantuan Iuran JKN) tahun 2023 adalah 156 triliun, atau hampir 13 triliun lebih tinggi dari jumlah yang dianggarankan yaitu 143,52 triliun.

Jika targetnya adalah masyarakat miskin, sementara jumlah masyarakat miskin justru turun (9,57 persen pada 2022 menjadi 9,36 persen pada 2023), itu dipertanyakan.

"Kenaikan ini menjadi pertanyaan. Apalagi jika dibandingkan dengan realisasi bulan Januari 2022, 2023, 2024. Pada tahun 2022, Realisasi Bansos pada bulan Januari adalah Rp 2,47 triliun. Sementara pada tahun 2023 mencapai Rp 3,88 triliun. Angka tersebut melonjak menjadi Rp 12,45 triliun pada tahun 2024. Apa yang menyebabkan kenaikan realisasi bansos sebesar 220 persen ini secara spesifik di bulan Januari 2024?" tanya dia. 

Ari melanjutkan, jika disebabkan kenaikan harga beras, ada yang aneh karena jumlah impor beras lebih tinggi dari pada penurunan produksi beras. Pada 2023, produksi beras turun 0,6 juta ton dibandingkan 2022. Sementara impor beras, naik 2,63 juta ton dibandingkan dengan 2022. Logikanya, dengan kenaikan impor yang  jauh lebih besar dari penurunan produksi, harga akan stabil. 

"Jika kita lihat subsidi non energi, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan turun 17 persen, tapi realisasi anggarannya naik 41 persen. Jumlah orang yang mendapatkan subsidi KUR juga turun 39 persen, tapi subsidi kredit program –yang sebagian besarnya adlaah KUR– justru meningkat 60 persen," jelasnya. 

Lebih lanjut, Ari mengingatkan bahwa penerima bansos adalah masyarakat miskin, sedangkan bansos terbilang efektif untuk meningkatkan perolehan suara petahana atau kandidat yang didukung petahana. Oleh sebab itu, setidaknya ada dua potensi implikasi negatif penggunaan bansos ountuk meningkatan perolehan suara.

Pertama, upaya pengentasan kemiskinan tidak akan maksimal karena dampak dari bansos terhadap probabilitas kemenangan tergantung dari jumlah orang miskin. Kedua, tidak terciptanya persaingan elektoral yang sehat karena kandidat pejawat atau yang didukung petahana mendapatkan keuntungan akibat dukungan kebijakan bansos oportunistik. 

"Dalam kondisi terburuk, kandidat yang tidak kompeten namun didukung oleh petahana akan memiliki kemungkinan terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya yang jauh lebih kompeten. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Indonesia di masa yang akan datang jika hal ini terjadi," tutupnya. 

Diketahui, empat orang menteri dihadirkan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Jumat (5/4/2024). Keempatnya yakni Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Secara umum mereka banyak menjelaskan di antaranya soal bansos, seiring dengan dugaan kecurangan dalam pemanfaatannya untuk memenangkan paslon 02 Prabowo-Gibran. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement