REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iblis mupun setan memiliki peran menggoda, menyesatkan, dan mencelakakan manusia agar terjerumus dalam maksiat maupun dosa. Manusia yang menginginkan keselamatan di dunia dan akhirat harus mewaspadai tipu daya iblis maupun setan.
Dalam kisah yang masyhur, diceritakan bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang mendapatkan gelar Sulthonul Auliya, artinya 'Raja para Wali' juga tidak luput dari tipu daya iblis. Menggoda orang berilmu dan taat, iblis tidak tanggung-tanggung langsung mengaku sebagai Tuhan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Kisahnya, ketika Syekh Abdul Qadir Al-Jailani sedang menyendiri, tiba-tiba muncul cahaya besar. Cahaya besar itu berbicara kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
"Wahai Abdul Qadi, Aku adalah Tuhan. Kamu adalah kekasihku. Maka apa yang Aku haramkan, sekarang telah Aku halalkan untuk kamu," kata cahaya yang mengaku Tuhan itu kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Akan tetapi, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani orang berilmu dan waspada. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menyadari bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir yang telah mengajarkan syariat Islam sesuai perintah Allah SWT.
Sehingga, Allah SWT tidak mungkin mengubah syariat melalui Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan mengatakan yang haram telah dihalalkan. Menyadari hal tersebut, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yakin bahwa cahaya itu adalah iblis yang mengaku Tuhan, bukan Tuhan yang sebenarnya.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani kemudian mengucapkan ta'awudz, A'udzubillahi minasyaitanir rajim. Tiba-tiba cahaya itu terbakar sambil berkata, "Sudah banyak orang yang telah aku tipu daya, tetapi luput dari tipu dayaku."
Kisah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ini menjadi pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang sedang berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahwa mengetahui yang hak dan bathil, serta yang halal dan haram itu sangat penting sehingga tidak mudah ditipu oleh iblis maupun setan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ
Mā kāna muḥammadun abā aḥadim mir rijālikum wa lākir rasūlallāhi wa khātaman-nabiyyīn(a), wa kānallāhu bikulli syai'in ‘alīmā(n).
Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Aḥzāb Ayat 40). Ayat di atas menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi atau Nabi terakhir.