Ahad 07 Apr 2024 16:19 WIB

PWNU DIY Surati Imam Jamaah Aolia, Buntut Viral ‘Telepon Allah’ Tentukan Idul Fitri

Mbah Benu memberikan klarifikasi terkait pernyataan ‘telepon Allah’. 

Rep: Febrianto Adi Saputro/Silvy Dian Setiawan  / Red: Irfan Fitrat
Jamaah Masjid Aolia melaksanakan sholat Idul Fitri di Giriharjo, Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (5/4/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Jamaah Masjid Aolia melaksanakan sholat Idul Fitri di Giriharjo, Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (5/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merespons pernyataan imam jamaah Aolia di Gunungkidul soal penentuan Idul Fitri 2024. Imam jamaah Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu, sempat menyampaikan “ menelepon Allah” untuk menentukan 1 Syawal atau Idul Fitri.

Ketua PWNU DIY Ahmad Zuhdi Muhdlor mengatakan, pihaknya mengutus tim untuk menemui dan mengirimkan surat kepada Mbah Benu di Gunungkidul, DIY, pada Ahad (7/4/2024). “Kita mengutus tim Aswaja Center dan LPBH (Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU), lembaga bantuan hukum kita. Terus didampingi PWNU Gunungkidul,” kata dia kepada wartawan, Ahad.

Baca Juga

Menurut Zuhdi, PWNU merasa perlu mengingatkan Mbah Benu terkait pernyataannya yang viral belakangan ini. Hal itu disebut dilakukan agar Mbah Benu dengan umat Islam tidak terjebak pada pemahaman dan akidah yang salah.

“Karena, dalam pandangan kami, kajian kami, memang dari beberapa statement beliau itu ada titik-titik yang sangat rawan dan itu dalam tanda kutip salah, sehingga kita sesama umat perlu mengingatkan agar tidak terjebak lebih jauh ke dalam kesalahan,” ujar Zuhdi.

Zuhdi mengatakan, PWNU mengimbau Mbah Benu agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan. Ihwal pernyataan Mbah Benu “menelepon Allah” dalam menentukan Idul Fitri, kata dia, hal itu seakan memersonifikasi Tuhan.

“Jadi, Tuhan itu seperti sosok atau pribadi, yang dalam pandangan makhluk itu mempunyai struktur tubuh. Itu kan wujud personifikasi, yang dalam Islam sangat ditentang karena itu bisa menjurus kepada kemusyrikan,” kata Zuhdi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement