REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief memandang rencana peleburan lembaga antirasuah dengan Ombudsman sebagai langkah mundur. Sebab, kata dia, tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi.
"Pembubaran KPK untuk digabung dengan Ombudsman adalah langkah mundur karena korupsi di Indonesia masih sangat tinggi," kata Laode kepada Republika.co.id, Ahad (7/4/2024).
Laode mengatakan, jika memang ingin melihat praktik baik, maka dapat melihat apa yang dilakukan oleh Singapura. Di mana, meski tingkat korupsi di sana sangat rendah, pemerintahnya tetap mempertahankan The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), lembaga antirasuah Singapura.
"Walaupun korupsi mereka sangat rendah, tapi mereka tetap mempertahankan CPIB sebagai lembaga khusus yang menyelidiki dan menyidik tindak pidana korupsi," tegas Laode.
Dia menambahkan, jika pemerintah serius memberantas korupsi, maka sebaiknya yang dilakukan adalah mengembalikan independensi KPK. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah memilih komisioner-komisioner dan pegawai yang berintegritas.
"Kalau pemerintah serius memberantas korupsi, sebaiknya mengembalikan independensi KPK dan memilih komisioner-komisioner dan pegawai-pegawai yang berintegritas," kata dia.
Belakangan ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapatkan informasi adanya pembahasan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pencegahan lewat penggabungan antara KPK dengan Ombudsman.
Dengan perubahan tersebut, artinya KPK tidak lagi mengusut tindak pidana korupsi dan hanya mencegah perbuatan rasuah. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pun mengendus ada maksud lain di balik wacana peleburan KPK dengan Ombudsman. MAKI mencurigai wacana itu mencuat guna membubarkan KPK.