REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Menteri Urusan Perempuan Palestina, Mona Al-Khalili, mengungkapkan bahwa pasukan pendudukan Israel sengaja menargetkan perempuan dan anak-anak di Gaza dan Tepi Barat. Hampir seribu perempuan telah syahid sejak serangan 7 Oktober.
Melalui siaran pers pada Ahad (7/4/2024), Al-Khalili mengatakan perempuan Palestina di Jalur Gaza menderita kondisi paling berbahaya sekaligus paling keras dalam beberapa dekade terakhir. Hal itu lantaran kondisi kesehatan dan kehidupan yang memburuk, minimnya sarana di pengungsian serta krisis makanan dan air.
Al-Khalili menunjukkan bahwa 9.560 perempuan terbunuh sejak awal agresi Israel 7 Oktober di Jalur Gaza, dari total 33.175 korban jiwa, menurut statistik Dana Kependudukan PBB (UNFPA).
Dia mengindikasikan bahwa saat ini terdapat sekitar 15.000 ibu hamil di Jalur Gaza, di mana 95 persen di antaranya tidak mengonsumsi makanan yang cukup sehingga meningkatkan risiko kesehatan bagi ibu dan calon bayi.
Menurut Al-Khalili, terdapat sekitar satu juta perempuan yang terpaksa mengungsi dan menghadapi risiko perlindungan yang semakin besar di pusat penampungan yang kekurangan kebutuhan pokok dan privasi di tengah jaringan dukungan keluarga yang terpisah-pisah.
Dia juga menambahkan bahwa terdapat sekitar 37 ibu yang terbunuh setiap harinya, yang membuat keluarga hancur dan anak-anak mengungsi.
Dalam pernyataan tersebut ditunjukkan pula bahwa 8.100 perempuan di Jalur Gaza akan melahirkan pada Mei.
Al-Khalili mencatat bahwa pembatasan mobilitas dan perpecahan kota masih terus terjadi sehingga menghambat akses layanan kesehatan dan sosial, pergerakan ambulans dan juga implementasi layanan kemanusiaan.
Di Tepi Barat, Al-Khalili mengatakan pasukan pendudukan Israel telah membuat 1.620 keluarga Palestina, termasuk 710 anak, mengungsi di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, akibat kebijakan pembongkaran rumah.