Selasa 09 Apr 2024 07:26 WIB

Perjalanan Rwanda 30 Tahun Memulihkan Diri dari Genosida

Guncangan stabilitas di perbatasan Rwanda menimbulkan ancaman keamanan di kawasan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
 Warga melarikan diri dari pertempuran antara pemberontak M23 dan pasukan Kongo di dekat Kibumba, sekitar 20 km (12 mil) Utara Goma, Republik Demokratik Kongo, Jumat 28 Oktober 2022. Ratusan orang tewas dan hampir 200.000 orang mengungsi sejak pertempuran meletus setahun lalu . Kongo telah lama menuduh Rwanda mendukung pemberontak.
Foto: AP/Justin Kabumba
Warga melarikan diri dari pertempuran antara pemberontak M23 dan pasukan Kongo di dekat Kibumba, sekitar 20 km (12 mil) Utara Goma, Republik Demokratik Kongo, Jumat 28 Oktober 2022. Ratusan orang tewas dan hampir 200.000 orang mengungsi sejak pertempuran meletus setahun lalu . Kongo telah lama menuduh Rwanda mendukung pemberontak.

REPUBLIKA.CO.ID, KIGALI -- Presiden Rwanda memimpin peringatan 30 tahun genosida di tahun 1994 yang menewaskan lebih dari satu juta orang. Presiden Paul Kagame mengatakan, kondisi yang memicu pembantaian itu tidak boleh kembali terjadi di perpolitikan negaranya.

Selama lebih dari 100 hari dari 7 April 1994 kelompok ekstremis Hutu membantai etnis Tutsi dan Hutu yang bersikap moderat. Pembantaian itu dipimpin tentara Rwanda dan milisi yang dikenal dengan Interahamwe.

Baca Juga

Kagame dan istrinya memimpin 37 pemimpin yang sedang berkunjung, dan meletakan karangan bunga di tugu peringatan di Ibukota Kigali yang sekitar 250 ribu sisa korban pembantaian. "Genosida merupakan bentuk murni populisme, karena penyebabnya politis maka solusinya juga harus politis. Karena alasan itu politik kami tidak diatur berdasarkan etnisitas atau agama dan tidak akan pernah lagi," kata Kagame dalam upacara terpisah di venue olahraga Kigali, Ahad (7/4/2024).

Pengadilan Tribunal Internasional untuk Rwanda didirikan di Tanzania pada akhir 1994 untuk mengadili dalang genosida itu. Sidang ditutup pada 2015 setelah mendakwa 61 tersangka. Tersangka terkenal akhirnya ditangkap setelah dua dekade menjadi buronan dan sistem peradilan internal Rwanda mengadili hampir dua juta kasus lainnya.

"Kami penyintas kami kuat. Kami membangun negeri bersama-sama," kata Marie Louise Ayinkamiye yang berusia 11 tahun saat genosida terjadi, di venue olahraga Kigali. Ayinkamiye selamat dari genosida itu bersama ibu dan dua saudara kandungnya. Sedangkan, ayah dan empat saudaranya yang lain dibunuh.

Kagame menjadi presiden sejak 2000 tapi secara efektif berkuasa sejak pasukan pemberontak yang ia pimpin Rwandan Patriotic Front menyerbu Kigali pada 1994 untuk mengakhiri genosida. Ia mengatakan negara sudah mengambil langkah besar selama 30 tahun terakhir.

"Kemajuan luar biasa negara kami jelas terlihat dan itu adalah hasil dari pilihan yang kami ambil bersama-sama untuk membangkitkan bangsa kami," kata Kagame dalam pidatonya. Kagame mendapat pujian dari internasional atas kepemimpinannya membawa perdamaian dan pertumbuhan ekonomi sejak genosida berakhir.

Tapi, kelompok hak asasi manusia mengkritiknya atas penindasan terhadap oposisi politik dan membungkam media independen. Tuduhan yang dibantah keras Kagame dan pemerintahnya. Negara-negara Barat juga menuduh Rwanda mendukung kelompok pemberontak Tutsi M23 di negara tetangganya, Republik Demokratik Kongo.

Rwanda membantah mendukung kelompok pemberontak dan berbalik menuduh Kongo mendukung kelompok lain Democratic Forces for Liberation Rwanda yang didirikan kelompok Hutu yang melarikan diri setelah genosida. Guncangan stabilitas di perbatasan Rwanda menimbulkan ancaman keamanan di kawasan 30 tahun setelah pembunuhan massal. Dalam peringatan itu lembaga kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan empat plakat peringatan genosida sebagai situs warisan dunia. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement