Selasa 09 Apr 2024 21:06 WIB

Tiga Jenis Gas Penyebab Krisis Iklim Ini Capai Rekor Tertinggi Pada 2023

Lonjakan gas rumah kaca disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Lonjakan gas rumah kaca disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang terus berlanjut, serta dampak dari kebakaran hutan.
Foto: www.freepik.com
Lonjakan gas rumah kaca disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang terus berlanjut, serta dampak dari kebakaran hutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat tiga gas terpenting yang memerangkap panas di atmosfer mencapai rekor tertinggi pada tahun lalu. Hal ini merujuk pada analisis para ilmuwan AS, yang menggarisbawahi meningkatnya tantangan akibat krisis iklim.

Konsentrasi karbon dioksida global, gas rumah kaca yang paling penting dan paling banyak dihasilkan oleh aktivitas manusia, meningkat menjadi rata-rata 419 bagian per juta di atmosfer pada tahun 2023. Adapun metana, gas rumah kaca yang kuat dan lebih tahan lama, meningkat menjadi rata-rata 1.922 bagian per miliar.

Baca Juga

Kemudian tingkat nitro oksida, emisi pemanasan ketiga yang paling signifikan yang disebabkan oleh manusia, naik sedikit menjadi 336 bagian per miliar.

Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), peningkatan gas tersebut tidak sebanding dengan rekor lonjakan yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi masih mewakili perubahan besar dalam komposisi atmosfer bahkan dari satu dekade yang lalu.

Melalui pembakaran bahan bakar fosil, peternakan dan penggundulan hutan, tingkat CO2 dunia kini 50 persen lebih tinggi daripada sebelum era industrialisasi massal. Metana, yang berasal dari sumber-sumber seperti pengeboran minyak dan gas serta peternakan, telah melonjak lebih dramatis lagi dalam beberapa tahun terakhir. Dan kini, memiliki konsentrasi atmosfer 160 persen lebih besar daripada masa pra-industri.

NOAA mengatakan bahwa lonjakan gas rumah kaca disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang terus berlanjut, serta dampak dari kebakaran hutan, yang memuntahkan asap sarat karbon ke udara. Sementara itu, nitrogen oksida meningkat karena penggunaan pupuk nitrogen yang meluas dan intensifikasi pertanian.

"Seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka ini, kita masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat kemajuan yang berarti dalam mengurangi jumlah gas rumah kaca yang terakumulasi di atmosfer," kata Vanda Grubisic, direktur laboratorium pemantauan global NOAA, seperti dilansir The Guardian, Selasa (9/4/2024).

Meningkatnya jumlah gas rumah kaca mendorong kenaikan suhu global, juga dampak yang menyertainya seperti banjir, kekeringan, gelombang panas, dan kebakaran hutan. Hal ini juga mendorong dunia ke dalam kondisi yang belum pernah terjadi sejak peradaban manusia.

Menurut NOAA, tingkat karbon dioksida saat ini sebanding dengan tingkat karbon dioksida sekitar 4 juta tahun yang lalu -sebuah era ketika permukaan air laut lebih tinggi sekitar 22 meter dibandingkan saat ini, suhu rata-rata jauh lebih panas, dan hutan-hutan besar memenuhi wilayah Kutub Utara yang sekarang membeku.

Karena adanya kesenjangan antara tingkat CO2 dan dampaknya, serta lamanya emisi tetap berada di atmosfer selama ratusan tahun, skala waktu krisis iklim sangat besar. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa pemerintah harus segera memangkas emisi hingga mencapai net zero, dan kemudian mulai menghilangkan karbon dari atmosfer untuk menurunkan kenaikan suhu di masa depan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement