Rabu 10 Apr 2024 04:03 WIB

Ketupat Lebaran Ternyata Dibuat Sunan Kalijaga di Era Kerajaan Demak, Ini Sejarahnya

Ketupat menjadi hidangan utama di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Sejarah dan filosofi ketupat Lebaran.
Foto: Dok Republika
Sejarah dan filosofi ketupat Lebaran.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tak afdol rasanya jika di Hari Raya Idul Fitri tidak tersedia ketupat. Makanan yang terbuat dari nasi tersebut ternyata punya sejarah panjang dengan umat Islam, di mana ketupat dibuat oleh Sunan Kalijaga dan sudah ada sejak abad ke-15 atau era Kerajaan Demak.

Dalam buku 'Malay Annual' karangan Hermanus Johannes de Graaf, dijelaskan ketupat pertama kali muncul di daerah Jawa, pada masa kepemimpinan Kerajaan Demak. Bentuk ketupat di era tersebut mirip seperti ketupat seperti sekarang. Terbuat dari anyaman daun kelapa dimasukkan beras dan direbus hingga matang.

Sunan Kalijaga membuat ketupat sebagai bagian metode penyebaran agama Islam di masyarakat Jawa. Saat itu mayoritas penduduk di Jawa mayoritas Kejawen dan menganut agama Buddha serta Hindu.

Sunan Kalijaga yang berdakwah lewat kesenian, seperti wayang, kemudian berdakwah lewat sisi budaya sehingga ketupat dipakai untuk mendekatkan Islam kepada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya dan filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai keislaman, sehingga ada akulturasi budaya antara keduanya. Setelah Islam mulai diterima secara luas, ketupat melekat menjadi hidangan yang khas pada perayaan Islam, seperti Lebaran Idul Fitri atau Idul Adha.

Ketupat adalah makanan dari beras yang dimasukkan ke anyaman pucuk daun kelap yang dimasak dengan cara direbus. Ketupat berbentuk kantong segi empat seperti lontong sebagai pengganti nasi dan disajikan menjadi menu utama bersama opor ayam, sate, rendang sapi, atau sambal kentang.

Dalam bahasa Jawa dan Sunda, ketupat disebut "Kupat" akronim dari "ngaku lepat" yang bermakna "mengakui kesalahan". Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud menjelaskan, kupat juga diartikan sebagai "laku papat" atau empat laku yang tercermin dari empat sisi ketupat, yaitu:

1. Lebaran, dari kata dasar 'lebar' artinya pintu ampun dibuka untuk orang lain

2. Luberan, dari kata dasar 'luber' artinya melimpah dan memberi sedekah pada orang yang membutuhkan

3. Leburan, dari kata dasar 'lebur' artinya bermakna melebur dosa yang dilalui selama satu tahun

4. Laburan, merupakan kata lain 'kapur' bermakna menyucikan diri atau putih kembali seperti bayi.

Daun kelapa muda dalam bahasa Jawa disebut sebagai janur yang merupakan akronim dari "Jannah Nur", "Cahaya Surga" atau "Jataning Nur" yang dalam bahasa Jawa berarti "Hati Nurani" kembali ke fitrah atau suci dengan cara saling memaafkan. Ketupat yang dianyam menggambarkan keragaman masyarakat Jawa yang harus dilekatkan dengan tali silaturahim. Sementara beras dimaknai sebagai nafsu duniawi.

Bentuk segi empat ketupat yang begitu khas menggambarkan prinsip "kiblat papat, limo pancer (empat arah, satu pusat)" yang bermakna "ke mana pun manusia melangkah, pasti akan kembali pada Allah".

Empat sisi ketupat melambangkan empat macam nafsu dasar manusia, yaitu amarah (emosi), lawamah (lapar dan haus), sufiah (nafsu untuk memiliki sesuatu yang bagus atau indah), dan muthmainah (memaksa diri). Keempat nafsu dasar ini dikendalikan saat puasa. Secara keseluruhan, makna ketupat adalah nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement