Rabu 10 Apr 2024 06:06 WIB

Bukan Buat Pamer, Begini Asal Usul Pakai Baju Baru Saat Hari Lebaran

Kebiasaan memakai baju baru saat Lebaran sudah ada sejak awal abad 20.

Red: Karta Raharja Ucu
Pembeli memilih baju muslim yang dijual di Pusat Pasar, Medan, Sumatera Utara, Selasa (2/4/2024). Menurut pedagang setempat, memasuki pekan ketiga Ramadhan 1445 H pakaian muslim yang dijual dari harga Rp150.000 - Rp300.000 tersebut mulai mengalami peningkatan sekitar 65 persen dibandingkan minggu pertama dan kedua Ramadhan, diperkirakan akan terus meningkat hingga H-3 lebaran.
Foto: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Pembeli memilih baju muslim yang dijual di Pusat Pasar, Medan, Sumatera Utara, Selasa (2/4/2024). Menurut pedagang setempat, memasuki pekan ketiga Ramadhan 1445 H pakaian muslim yang dijual dari harga Rp150.000 - Rp300.000 tersebut mulai mengalami peningkatan sekitar 65 persen dibandingkan minggu pertama dan kedua Ramadhan, diperkirakan akan terus meningkat hingga H-3 lebaran.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Membeli baju baru menjadi tradisi yang sulit dihindari umat Islam di Indonesia. Tradisi ini masih kental hingga sekarang meski sudah ada sejak awal abad ke-20.

Tradisi membeli baju baru saat Lebaran dicatat Penasihat Urusan Pribumi untuk Pemerintah Kolonial Belanda, Snouck Hurgronje. Kebiasaan umat Islam ini dimulai sejak awal abad ke-20.

"Di mana-mana perayaan pesta ini disertai hidangan makan khusus, saling bertandang yang dilakukan oleh kaum kerabat dan kenalan, pembelian pakaian baru, serta berbagai bentuk hiburan yang menggembirakan," tulis Snouck dalam suratnya yang termuat dalam "Nasihat-Nasihat Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936 Jilid IV".

Kebiasaan silaturahim ke saudara, tetangga, kerabat menggunakan pakai serba baru mirip dengan tradisi perayaan tahun baru Eropa. Dalam buku "Islam di Hindia Belanda", Snouck berkata, tradisi baju Lebaran di masa itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat, mulai dari pejabat sampai rakyat biasa.