REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Enam bulan sejak perang Israel di Gaza dimulai proyek perekonomian Israel sebagian besar negatif. Jaringan media Aljazirah melaporkan, Israel mengalami kerugian langsung sebesar 56 miliar dolar AS sepanjang perang yang sudah berlangsung selama enam bulan.
Israel harus mengeluarkan banyak dana untuk operasi militer di Gaza dan memberikan kompensasi pada warga dan tentara yang terdampak konflik. Berdasarkan Biro Statistik Pusat, perekonomian Israel menyusut 19,4 persen selama tiga bulan terakhir 2023 dibandingkan periode yang sama 2022. Penurunan tertajam sejak pandemi Covid-19.
Konsumsi pribadi yang merupakan pendorong utama kontraksi turun 26,9 persen. Sementara investasi bisnis juga turun 67 persen. Sekitar 200 ribu warga Israel yang tinggal di utara dan selatan negara itu juga masih mengungsi. Sebagian besar daerah di sekitar Jalur Gaza dievakuasi dan kerap terjadi baku tembak dengan Hizbullah di perbatasan dengan Lebanon.
Sekitar 300 ribu tentara cadangan dipanggil bertugas dan warga Palestina yang bekerja di Israel tidak bisa masuk sejak awal perang. Sehingga angkatan kerja turun signifikan.
Ekspor secara keseluruhan turun 18,3 persen. Meski investasi pada perusahaan-perusahaan teknologi turun 58 persen, tapi sektor paling terkenal di Israel itu masih bertahan. "Berbanding terbalik dengan sektor lain, ketegangan geopolitik meningkatkan keterarikan dan investasi pada peruahaan siber," kata pendiri perusahaan teknologi Cybertech Global Amir Rapaport, seperti dikutip dari Middle East Eye, Selasa (9/4/2024).
"Oleh karena itu, kami berharap dapat melihat lebih banyak investasi di perusahaan-perusahaan siber Israel dan perusahaan rintisan baru yang menangani ancaman yang muncul," tambahnya.
Lembaga pemeringkat kredit Fitch memperkirakan, anggaran Israel defisit sebesar 6,8 persen. Fitch mengatakan utang terhadap PDB diperkirakan akan meningkat sebesar 65,7 persen.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan November lalu lembaga nirlaba Israel melaporkan sekitar 20 persen masyarakat Israel mengatakan perang menurunkan pendapatan mereka terpukul dalam tingkat yang "besar" atau "sangat besar."
Selain itu, Aljazirah melaporkan sektor konstruksi mengalami kerugian mingguan sebesar 650 juta dolar AS. Sementara penjualan real estat dilaporkan menjadi yang terburuk dalam 30 tahun terakhir.
Pada bulan Februari, lembaga pemeringkat keuangan Moody's menurunkan peringkat kredit Israel dari A1 ke A2. Lembaga ini mengatakan dampak dari perang yang sedang berlangsung di Gaza, yang menewaskan lebih dari 33.000 orang Palestina, meningkatkan risiko politik dan melemahkan institusi-institusi Israel dan kekuatan fiskalnya.
Lembaga ini juga mempertahankan outlook negatifnya, yang berarti penurunan peringkat lebih lanjut mungkin terjadi. Fitch juga mempertahankan pandangan negatifnya terhadap ekonomi Israel. Karena belum ada tanda-tanda perang akan segera berakhir.
"Kami memperkirakan lonjakan jangka pendek utang/PDB dan pengeluaran militer yang terus meningkat dalam konteks politik domestik yang rapuh dan prospek ekonomi makro yang tidak menentu, yang dapat membatasi kemampuan Israel untuk menurunkan utang di masa depan," kata Fitch.