Jumat 12 Apr 2024 10:23 WIB

Pertemuan Biden dan Kishida Mengundang Kemarahan China

AS dan Jepang dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri China.

Presiden AS Joe Biden (kanan) berjabat tangan dengan Perdana Menteri Fumio Kishida (kiri) saat pertemuan mereka di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, DC, AS, (10/4/2024).
Foto: EPA-EFE/YURI GRIPAS
Presiden AS Joe Biden (kanan) berjabat tangan dengan Perdana Menteri Fumio Kishida (kiri) saat pertemuan mereka di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, DC, AS, (10/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning mengecam penguatan aliansi militer Amerika Serikat (AS) dan Jepang yang dinilai menyerang dan menjelak-jelekkan China, terkait masalah Taiwan dan kemaritiman.

"Amerika dan Jepang terlalu mencampuri urusan dalam negeri China, dan melanggar norma-norma dasar dalam hubungan internasional," kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing," Kamis (11/4/2024). "China menyesalkan dan mengecam hal itu, dan telah mengirimkan protes serius akan hal itu," lanjutnya.

Baca Juga

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berada di Amerika Serikat sejak Senin (8/4/2024) untuk bertemu dengan Presiden AS Joe Biden dan pejabat terkait lainnya. Kedua pemimpin mengumumkan rencana untuk mengatur ulang komando militer AS di Jepang.

Langkah yang menandai perubahan terbesar sejak 1960-an ini dimaksudkan untuk membuat pasukan AS dan Jepang lebih gesit dalam menghadapi ancaman, seperti invasi China ke Taiwan. Menurut Mao Ning, hubungan AS-Jepang tidak boleh menargetkan negara lain, merugikan kepentingan negara lain atau merusak perdamaian dan stabilitas regional.

"China dengan tegas menentang mentalitas Perang Dingin dan persekongkolan politik kelompok kecil," tambah Mao Ning. Dia kembali menegaskan masalah Taiwan adalah murni urusan dalam negeri China dan pemerintahnya tidak mengizinkan campur tangan pihak luar.

"Baik Pemerintah AS maupun Jepang telah membuat komitmen serius kepada China mengenai masalah Taiwan. Secara khusus, Jepang memikul tanggung jawab historis serius atas agresinya terhadap Taiwan dan pemerintahan kolonial atas pulau tersebut sehingga Jepang harus bertindak lebih hati-hati," ungkapnya.

Ia juga mendesak AS untuk menerjemahkan komitmen Presiden Biden yang tidak mendukung kemerdekaan Taiwan menjadi tindakan nyata. Mengenai kekhawatiran AS dan Jepang mengenai kekuatan nuklir China, menurut Mao Ning, itu adalah narasi palsu yang disengaja.

"Kami dengan tegas menentangnya dan tidak akan menerimanya. China mengikuti kebijakan tidak menggunakan senjata nuklir lebih dulu, dan telah berkomitmen untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir dan zona bebas senjata nuklir," tambah Mao Ning.

China, menurut Mao Ning, juga selalu menjaga kemampuan nuklirnya pada tingkat minimum yang disyaratkan oleh keamanan nasional. "Kami tidak pernah terlibat dalam perlombaan senjata dalam bentuk apa pun. Bagi negara mana pun, selama mereka tidak menggunakan senjata nuklir untuk melawan China, mereka tidak akan merasa terancam oleh senjata nuklir China," katanya.

Lebih lanjut, ia menilai AS dan Jepang melakukan tindakan aktif di bidang nuklir misalnya dengan berinvestasi besar-besaran untuk persenjataan nuklir, menarik diri dari perjanjian dan organisasi pengendalian senjata, memperkuat aliansi nuklir NATO dan memperluas kerja sama dengan sekutu mengenai teknologi militer canggih.

Sementara Jepang sebagai korban ledakan nuklir, alih-alih meminta AS melakukan pelucutan senjata nuklir, malah memilih untuk mengandalkan payung nuklir AS dengan mengembangkan kemampuan serangan rudal. Termasuk juga, memperkuar pertahanan lanjut serta bekerja sama dengan AS dalam pengerahan kekuatan strategisnya.

"Tindakan negatif yang dilakukan oleh AS dan Jepang telah merusak keseimbangan dan stabilitas strategis di kawasan dan dunia, menghambat proses pengendalian dan perlucutan senjata internasional, serta mengganggu perdamaian dan ketenangan kawasan," kata Mao Ning.

AS dan sekutu-sekutunya, termasuk Jepang, terus memperkuat militer mereka guna melawan yang mereka sebut sebagai ancaman yang semakin besar dari China di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Keduanya, membentuk forum kerja sama di bidang industri pertahanan yang akan mengidentifikasi bidang pengembangan bersama seperti produksi rudal, pertahanan udara, dan pemeliharaan kapal perang AS.

Direncanakan, kerja sama itu diikuti dengan pembentukan kelompok kerja untuk pelatihan pilot pesawat tempur, termasuk pelatihan dengan kecerdasan buatan dan simulator canggih. Presiden Biden juga menjadi tuan rumah pertemuan trilateral antara Presiden Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, dan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr di Washington pada Kamis (11/4/2024) malam.

Terkait kerja sama keamanan dengan AS dan Jepang, Filipina telah mengizinkan sejumlah pangkalan militer negara itu diakses tentara AS berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan. Saat ini, Manila pun tengah membahas sejumlah isu serupa dengan Jepang, terutama terkait perjanjian akses timbal balik yang akan memungkinkan kehadiran pasukan Jepang di wilayah Filipina.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement