REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa saat lalu terjadi polemik di dunia maya antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI dengan prajurit TNI. Pihak BEM UI diwakili Ketuanya Verrel Uziel, meminta kepada pemerintah untuk menghentikan pelanggaran HAM di Papua dan menyelesaikan akar permasalahan di sana. Pernyataan ini dijawab oleh akun medsos milik anggota prajurit TNI yang menyatakan sebaiknya BEM UI melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di Papua.
Menanggapi hal tersebut, Ketum Persatuan Putra Putri Angkatan Darat (PPPAD) Isfan Fajar Satrio menyampaikan isu keamanan Papua selalu bersifat sensitif dan kompleks. Karena tidak hanya terkait dengan aspek internal dalam negeri Indonesia, tapi juga eksternal dunia Internasional. Oleh karena itu, Isfan meminta BEM tidak hanya menggunakan kacamata HAM secara sempit dalam melihat permasalahan keamanan Papua, tetapi juga cara pandang yang lebih luas yakni kedaulatan NKRI.
Isfan menjelaskan, setiap negara di dunia punya kedaulatan nya masing-masing, tidak terkecuali Indonesia. Kedaulatan tersebut harus dijaga dari gangguan yang berasal dari dalam ataupun luar negeri. Dan ini diakui oleh dunia Internasional.
Isfan menambahkan, separatisme sebagai bentuk gangguan kedaulatan dari dalam negeri, harus diselesaikan lewat cara damai atau operasi militer. Di beberapa negara, separatisme diperangi lewat cara militer. Isfan mengeklaim pemerintah Indonesia memilih jalan persuasif melalui operasi teritorial yang bersifat humanis. Dengan memisahkan antara warga sipil dan kelompok separatis, lalu menjaga serta melindungi warga sipil tersebut. Sedangkan kelompok separatis diajak kembali ke pangkuan ibu Pertiwi. "Yang tidak mau bergabung serta melakukan perlawanan bersenjata tentu harus dihadapi oleh TNI", ujar Isfan dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (12/4/2024).
Isfan menilai, kedaulatan NKRI menjadi payung besar dari kedaulatan HAM dari seluruh warga nya, tak terkecuali warga Papua. Kehadiran TNI di Papua, kata dia, berhadapan dengan kelompok separatis justru untuk menegakkan HAM warga di sana, dari serangan separatis. "Jangan sampai BEM UI melihat secara terbalik, dimana HAM yang harus dilindungi justru di sisi kelompok separatis dan bukan warga Papua. Salah kamar itu namanya. Karena itu seperti membela musuh negara", lanjut Isfan.
Menurut Isfan, sudah menjadi tugas TNI untuk menyelamatkan warga dari serangan teror kelompok separatis. Mereka menjalankan amanat Undang-Undang No 34 Tahun 2004 Tentang TNI, pasal 6 ayat (1). Sedangkan konflik perang antara TNI dan Separatis, diatur dalam hukum humaniter. Termasuk pelanggaran HAM di dalamnya. TNI bisa dikatakan melanggar HAM, apabila dalam konflik dgn kelompok separatis melanggar hukum humaniter.
"Jangan kemudian BEM UI malah membela HAM nya kelompok separatis, dan malah abai terhadap pembelaan HAM dari warga Papua yang selama ini menjadi korban teror dan intimidasi dari kelompok tersebut," kata Isfan, menggarisbawahi.