REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Luar Negeri China Wang Yi, berbicara dengan mitranya Menlu Amerika Serikat (AS) Antony Blinken melalui sambungan telepon untuk membahas situasi terkini di Timur Tengah. "Pada Kamis malam 11 April, Menteri Luar Negeri Wang Yi berbicara dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken melalui telepon atas permintaan AS. Menteri Blinken berbagi pandangan AS mengenai situasi saat ini di Timur Tengah," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing pada Jumat.
Menurut Mao Ning, Menlu Wang Yi mengatakan China mengutuk keras serangan terhadap Konsulat Iran di Suriah. "Menlu Wang Yi menekankan keamanan misi diplomatik tidak dapat diganggu gugat dan kedaulatan Iran dan Suriah harus dihormati," tambah Mao Ning.
Peningkatan eskalasi di Timur Tengah, menurutnya, merupakan dampak terbaru dari konflik Gaza. "Kebutuhan mendesak saat ini adalah mengakhiri konflik secepat mungkin. China menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk menerapkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2728, segera menerapkan gencatan senjata, dan menghentikan krisis kemanusiaan," ungkap Mao Ning.
Ia mengemukakan bahwa China akan terus memainkan peran konstruktif dalam menyelesaikan masalah Timur Tengah dan membantu meredakan situasi. "Secara khusus AS juga perlu memainkan peran konstruktif," ujar Mao Ning.
Konflik di Timur Tengah memanas sejak 7 Oktober 2023 saat Israel melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza menyusul serangan oleh Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 orang. Saat ini lebih dari 33.100 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, dan lebih dari 75.800 orang terluka selain menyebabkan kehancuran massal, pengungsian dan menyebabkan sebagian besar penduduk berada di ambang kelaparan.
Pernyataannya muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran pascaserangan Israel ke konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024, yang sedikitnya menewaskan 13 orang. Termasuk tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
Di antara mereka yang tewas adalah Jenderal Mohammad Reza Zahedi, seorang komandan senior Pasukan Quds IRGC di Suriah dan Lebanon, dan wakilnya Jenderal Hadi Haj Rahemi. Ketegangan bertambah karena penasihat militer utama Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan tidak ada satu pun kedutaan Israel yang aman.
Sehingga Israel pun menutup 28 misi diplomatik di wilayah Asia Timur sebagai antisipasi aksi pembalasan Iran. Hal itu kemudian dibalas dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz yang menyatakan pada Rabu (10/4/2024) bahwa militer negaranya akan menyerang Iran secara langsung jika Teheran melancarkan serangan dari wilayahnya terhadap Israel.