Selasa 16 Apr 2024 15:02 WIB

Menko Airlangga Bilang Harga Minyak Mentah Sudah di Atas Asumsi APBN

Jalur logistik energi di Selat Hormuz turut terganggu karena eskalasi di Timur Tengah

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggelar Halal Bihalal di kantornya, Selasa (16/4/2024).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggelar Halal Bihalal di kantornya, Selasa (16/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto menegaskan, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan naik sampai Juni tahun ini. Walau harga minyak mentah dunia kini terus naik, akibat meningkatnya konflik di kawasan Timur Tengah, terutama saat Israel melakukan serangan balasan ke Israel.

"Sampai Juni tidak naik. Itu sudah statement pemerintah," ujar Airlangga kepada wartawan dalam Halal Bihalal di kantornya, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Baca Juga

Ia mengakui, kenaikan harga minyak mentah dunia akibat semakin panasnya tensi geopolitik di Timur Tengah berpotensi meningkatkan beban anggaran subsidi energi, baik BBM maupun LPG. Itu dikarenakan jalur logistik energi di Selat Hormuz turut terganggu.

Dirinya menjelaskan, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price sudah naik ke level 83,78 dolar AS per barel dari asumsi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang berada di kisaran 82 dolar AS per barel. 

Maka diperkirakan, penyesuaian anggaran subsidi energi akan terjadi pada tahun ini. Hanya saja belum bisa dipastikan waktunya, Menko Perekonomian akan membahas hal tersebut dengan Menteri Keuangan dan Menteri ESDM.

"Kita lihat di Timur Tengah, khususnya Israel ini, Selat Hormuz memainkan peran yang sangat penting untuk logistik, terutama BBM," katanya. Dirimua berharap, konflik Timur Tengah tidak berkepanjangan, sehingga harga minyak mentah bisa kembali stabil sesuai asumsi pemerintah dalam APBN 2024.

Pemerintah, tegas Airlangga, akan terus memantau keadaan. Hanya saja, kata dia, pemerintah juga tidak ingin merespons berlebihan.

"Kita lihat sampai stabil, biasanya dalam situasi seperti sekarang, kalau terjadi deeskalasi, kita melihat pada saat perang di Ukraina, dan saat Gaza, itu tidak terlalu berpengaruh. Namun kalau yang ini berpengaruh karena Selat Hormuz itu jadi sangat penting dan critical," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement