Selasa 16 Apr 2024 17:02 WIB

Sisi Lain Khomeini, Pemimpin Revolusioner Iran Penentang Dinasti Antek Barat

Sewaktu kecil, Khomeini melihat pegawai pemerintah menganiaya seorang pedagang kecil.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Warga Iran memegang gambar yang menggambarkan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei merayakan peringatan 44 tahun Revolusi Islam 1979, di alun-alun Azadi (Kebebasan) di Teheran, Iran, (11/2/2023). Acara tersebut menandai peringatan 44 tahun revolusi Islam, yang terjadi sepuluh hari setelah Ayatollah Ruhollah Khomeini kembali dari pengasingannya di Paris ke Iran, menggulingkan sistem monarki dan membentuk Republik Islam.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Warga Iran memegang gambar yang menggambarkan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei merayakan peringatan 44 tahun Revolusi Islam 1979, di alun-alun Azadi (Kebebasan) di Teheran, Iran, (11/2/2023). Acara tersebut menandai peringatan 44 tahun revolusi Islam, yang terjadi sepuluh hari setelah Ayatollah Ruhollah Khomeini kembali dari pengasingannya di Paris ke Iran, menggulingkan sistem monarki dan membentuk Republik Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin Revolusi Islam Iran tahun 1979, Ayatollah Sayyid Ruhollah Musavi Khomeini pernah ditanya jurnalis setelah kembali dari pengasingannya di Prancis ke Iran. Dia ditanya soal bagaimana perasaannya kembali ke Iran setelah seperempat abad. Jawaban Khomeini begitu dingin, "Tidak ada."

Reaksinya terhadap berita kematian putranya Mustafa pada 1977 juga dingin. Saat itu dia menyampaikan, "Kita semua sedang melewatinya. Tuhan telah memberikannya kepada kita dan telah memulihkannya sekarang, Tuan-tuan!"

Baca Juga

Peneliti bidang Islam yang mengajar di Universitas Cologne Jerman, Katajun Amirpur mengungkap lebih jauh ihwal Khomeini dan Islam Syiah di Iran jauh ke belakang. Mulai dari abad ke-20 hingga periode berdirinya Islam Syiah pada abad ke-7. Ini dituangkan dalam buku karyanya berjudul Khomeini: Der Revolutionär des Islams Hardcover.

Dijelaskan Amirpur, bahwa poros Islam Syiah adalah Ali bin Abi Thalib, menantu sekaligus sepupu Nabi Muhammad SAW. Hingga kemudian terjadi pembunuhan terhadap Ali.

Situasi menjadi tegang antara kubu Hasan bin Ali dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Sebagai upaya menghindari perang saudara dibuat Perjanjian Hasan-Muawiyah.

Berdasarkan perjanjian ini, Hasan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah dengan catatan Muawiyah dilarang memilih pengganti dan tidak menjadikan khilafah sebagai pemerintahan warisan. Perjanjian tersebut dilanggar Muawiyah karena dia mengangkat putranya, Yazid, sebagai penggantinya.

Lalu, warga kota Kufah meminta...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement