REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra memberikan tanggapan atas langkah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyerahkan dokumen pendapatnya sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan atas sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Yusril, pendapat Megawati itu belum tentu dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim MK. Yusril menjelaskan, sepengetahuannya, belum pernah ada amicus curiae dalam sidang MK.
Penyerahan pendapat sahabat pengadilan biasanya terjadi dalam sidang-sidang di Mahkamah Agung (MA). Sahabat pengadilan biasanya menyerahkan pendapat yang berisikan informasi baru terkait perkara sebagai informandum atau informasi bagi hakim untuk memutus perkara.
Informandum itu, lanjut dia, hanya dijadikan informasi, bukan pertimbangan bagi hakim MA dalam membuat putusan. Karena itu, Yusril menilai bahwa belum tentu majelis hakim MK menjadikan pendapat Megawati itu sebagai pertimbangan putusan.
"Saya kira tidak akan dirujuk dalam pertimbangan putusan karena memang disampaikan tidak secara resmi, tapi sebagai informandum itu bisa saja disampaikan," kata Yusril kepada wartawan usai menyerahkan kesimpulan Prabowo-Gibran atas sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung MK, Selasa (16/4/2024).
Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan mengatakan, amicus curiae seharusnya orang yang terkait langsung dalam perkara. Amicus curiae haruslah pihak independen seperti akademisi.
"Kalau Ibu Mega dia merupakan pihak dalam perkara ini, sehingga kalau itu yang terjadi menurut saya tidak tepat sebagai amicus curiae," ujar Otto.
PDIP diketahui merupakan partai pengusung pasangan Ganjar-Mahfud. Pasangan tersebut diketahui merupakan salah satu pihak yang menggugat hasil Pilpres 2024.
MK telah menggelar sidang pemeriksaan selama tujuh hari kerja mulai Rabu (27/3/2024) hingga Jumat (5/4/2024). MK dijadwalkan akan menggelar sidang pembacaan putusan pada 22 April 2024.
Sebagai gambaran, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama menuntut MK membatalkan putusan KPU Nomor 360. Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.
Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.