Rabu 17 Apr 2024 10:39 WIB

Momentum Penetapan Tersangka Bupati Sidoarjo Dipertanyakan

Gus Muhdlor terjerat kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang di BPPD.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengamati adanya kejanggalan atas penetapan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka oleh KPK. Gus Muhdlor terjerat kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

IM57+ Institute mengkritisi KPK yang terlalu lama mentersangkakan Gus Muhdlor. Apalagi Gus Muhdlor sempat "hilang" saat Operasi Tangkap Tangan (OTT). 

Baca Juga

"Pertanyaannya mengapa pasca-OTT, alih-alih menetapkan bupati jadi tersangka malah penetapan dilakukan terhadap pelaku lapangan dengan level jabatan yang tidak tinggi," kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya pada Selasa (16/4/2024). 

Padahal pasca-OTT, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sudah menjelaskan bahwa uang yang dikumpulkan dalam perkara ini justru guna kepentingan pemenuhan kebutuhan Bupati Sidoarjo. Sehingga, Praswad mempertanyakan Gus Muhdlor tak ditahan sejak saat itu. 

"Artinya penyidik sudah memiliki bukti permulaan yang memadai sampai pimpinan KPK berani mengeluarkan statement tersebut," ujar Praswad. 

Oleh karena itu, Praswad sebenarnya mengendus kejanggalan dari kacamata penyidikan. Penetapan tersangka ini pun dilakukan pasca-Pilpres 2024. Gus Muhdlor sempat mengkampanyekan pasangan Prabowo-Gibran. 

"Selama pilpres, pasca-OTT yang tidak menetapkan bupati sebagai tersangka, Bupati Sidoarjo gencar kampanye untuk pasangan calon yang didukung oleh Presiden," ujar Praswad. 

Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo). 

Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement