Rabu 17 Apr 2024 13:54 WIB

Calon Dokter Alami Gejala Depresi, Pakar: Tangani Segera

Pakar meminta analisa kualtifat faktor penyebab tingginya angka depresi calon dokter

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Prof Tjandra Yoga Aditama
Foto: antaranews
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Prof Tjandra Yoga Aditama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan 22,4 persen calon dokter pada program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mengalami gejala depresi. Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Prof Tjandra Yoga Aditama menyatakan, ada empat hal yang perlu menjadi perhatian terkait data tersebut.

“Sehubungan data Kemenkes tentang depresi, bahkan ada keinginan bunuh diri dan lain-lain, pada peserta PPDS di RS vertikal Kemenkes yang banyak dapat komentar kalangan kesehatan dan pendidikan , maka setidaknya ada empat hal yang perlu jadi perhatian,” kata Tjandra lewat keterangannya, Rabu (17/4/2024).

Pertama, menurut Tjandra, akan lebih baik kalau ada pembanding terhadap data tersebut. Data pembanding itu perlu diambil dengan metode yang sama terhadap peserta pendidikan yang lain, termasuk STPDN, universitas ternama dengan mutu pendidikan yang tinggi.

“Kalau ada pembanding maka kita tahu apakah tingginya angka depresi memang hanya pada peserta program pendidikan dokter spesialis atau memang dunia pendidikan pada umumnya,” kata dia.

Kedua, akan lebih baik juga apabila metode penilaian depresi yang sama dilakukan pada masyarakat umum. Menurut dia, berita tekanan ekonomi dan sosial di masyarakat mungkin akan memberi gambaran depresi pula dan bukan tidak mungkin data pada peserta PPDS adalah menggambarkan data pada populasi secara umum.

Kemudian berikutnya, dengan ditemukannya gambaran depresi seperti hasil evaluasi Kemenkes itu, tentu tidak dan jangan berhenti dengan angka deskriptif. Menurut dia, perlu dilakukan analisa kualitas untuk melihat faktor penyebabnya. Analisa kualitatif dan rinci itu amat penting agar masalah yang ada dapat terlihat secara gamblang.

“Apa hal utama, apa penunjangnya, apa faktor lain terkait, dan lainnya. Dengan melakukan hal pertama, kedua, dan ketiga ini maka baru kita akan dapat suatu data yang ‘evidence based’ untuk keputusan tindak lanjutnya,” jelas dia.

Hal berikutnya yang dia tekankan, terhadap mereka yang mengalami depresi maka perlu ditangani segera. Apabila depresi juga terjadi di berbagai program pendidikan lain, atau bahkan masyarakat umum setelah dilakukan analisa serupa, maka bukan tak mungkin perlu adanya program pengatasan depresi yang lebih luas lagi.

“Kalau depresi ternyata juga terjadi di berbagai program pendidikan lain, atau bahkan masyarakat umum, bila sudah ada analisa serupa seperti point pertama dan ke dua di atas, maka bukan tidak mungkin perlu program pengatasan depresi yang lebih luas lagi,” kata dia.

Berdasarkan data Kemenkes yang Republika terima, dari 12.121 peserta PPDS RS vertikal Kemenkes, 22,4 persennya atau 2.716 peserta mengalami gejala depresi. Angka itu terdiri dari 1.977 gejala depresi ringan, 486 gejala depresi sedang, 178 gejala depresi sedang berat, dan 73 gejala depresi berat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement