REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kewajiban memakai hijab bagi Muslimah merupakan perintah yang agung dalam Islam. Ini tak lain sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan untuk kaum perempuan.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Husein Shahab dalam kata pengantar bukunya Jilbab Menurut Al-Quran dan As-Sunnah, dia mengatakan, ''Jilbab adalah satu hukum yang tegas dan pasti yang seluruh wanita Muslim diwajibkan Allah SWT untuk mengenakannya. Melanggar atau tidak mengakuinya berarti mengingkari salah satu hukum Islam yang esensial.''
Dikatakan oleh Dedy Mulyana dalam Islam: Antara Simbol dan Identitas, pemakaian jilbab yang dilandasi pengalaman keagamaan, tidak lain merupakan cermin dari inner states yang tulus.
Jilbab di sini bukan instrumen untuk menyenangkan orang lain atau sekadar untuk memenuhi persyaratan masuk ke dalam sebuah institusi, melainkan perwujudan rasa nyaman yang subjektif.
Tema tentang jilbab dan pengalaman keagamaan ini, dikupas lebih mendalam oleh Murtadha Muthahhari dalam bukunya Hijab Gaya Hidup Wanita Muslimah. Menurutnya, pemakaian hijab untuk memberikan kenyamanan diri sudah dipraktikkan sejak zaman India, Persia, dan Yunani kuno.
Pada masyarakat India kuno, motif pemakaian hijab karena ada kecenderungan ke arah kerahiban. Ini sebuah perjuangan melawan kesenangan dan menaklukkan ego.
Murtadha mensinyalir praktik pemakaian hijab berasal dari India. Kelompok agamawan membuat batas antara wanita dan pria dalam rangka kerahiban itu. Konsep ini, menurutnya, kemudian berkembang dalam tradisi Yahudi dan Kristen.