REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Muslim Portugal terus berjuang guna menepis citra negatif Islam. Pesan-pesan penuh kedamaian serta yang menjauhkan agama dari tindakan teror, bisa ditemui di masjid-masjid dan Islamic Center di Portugal.
Portugal merupakan negara sekuler. Seperti halnya di banyak negara Eropa, mereka memisahkan secara tegas aspek keagamaan dengan pemerintahan. Meski begitu, negara tetap memberikan perhatian terhadap kehidupan agama dan hubungan antarumat beragama.
Ada dua aturan pokok yang berlaku. Pertama, perjanjian khusus (concordata) tahun 1940 dengan Keuskupan Roma. Hal itu terkait mayoritas penduduk (84,5 persen) menganut agama Katolik Roma.
Kedua, undang-undang kebebasan beragama. Diterbitkan sejak 2001, peraturan itu bertujuan memberikan pengakuan serta hak-hak umat agama lain yang selama ini tinggal di Portugal.
Sebagai negara kolonial pada masa lampau, Portugal memiliki kedekatan dengan negara-negara eks jajahannya. Banyak penduduk negara jajahan yang bermigrasi ke Portugal, tentu dengan membawa serta tradisi, identitas, maupun agama yang mereka anut.
Portugal pun menjelma menjadi negara multietnis dan multiagama. Terdapat komunitas warga Afrika, Amerika Latin, hingga Asia di sana. Pun halnya dengan agama, ada pemeluk Hindu, Buddha, Sikh, Yahudi, serta Islam.
Jumlah umat Muslim diperkirakan mencapai 30 ribu jiwa. Mereka berasal dari berbagai etnis, terutama dari Mozambik, Kenya, Makao, Pulau Goa di India, bagian timur Indonesia, dan keturunan orang-orang Muslim India.
Tak ketinggalan kaum Muslimin yang datang dari Afrika Barat dan Timur Tengah, seperti Mesir, Maroko, dan Aljazair. Ada pula para mualaf Portugal walaupun jumlahnya tidak terlampau banyak.
Kedatangan imigran Muslim ke Portugal mulai berlangsung selepas Perang Dunia II. Momen penting terjadi pada 1968, yakni untuk pertama kalinya didirikan sebuah lembaga Islam di Lisabon bernama al-Jamaah al-Islamiyyah lilisybunah.
Melalui lembaga ini, berbagai aktivitas keagamaan umat dapat dikoordinasikan sehingga lebih terarah. Selain itu, lembaga tersebut juga menjadi bukti eksistensi umat semakin diakui.
Seiring makin meningkatnya arus imigran Muslim ke negara ini di era tahun 70-an, pemerintah bersedia memberikan sebidang tanah di ibu kota Lisabon untuk dimanfaatkan membangun masjid dan Islamic Center.
Butuh waktu untuk menyelesaikan pembangunan masjid yang cukup besar dan representatif. Hingga pada 29 Maret 1985, harapan umat Muslim Portugal untuk memiliki masjid raya terwujud.
Peresmian Masjid Agung Lisabon kala itu dihadiri oleh presiden Portugal, perdana menteri, pejabat sipil, dan militer serta diplomat dari negara-negara Islam. Masjid ini dibangun atas bantuan dari sejumlah negara Islam, antara lain Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Libya, Pakistan, Lebanon, Oman, Mesir, Yordania, dan Iran.
Umat berharap, keberadaan masjid itu akan mempererat hubungan antaragama di Portugal. Dengan demikian, toleransi umat beragama bisa lebih ditingkatkan di masa mendatang.
Periode tahun 80 sampai 90-an bisa dikatakan menjadi masa-masa penuh harmoni dalam kehidupan masyarakat di Portugal. Umat Islam dan umat agama lain bisa melaksanakan peribadatan dengan leluasa.