Rabu 17 Apr 2024 20:49 WIB

Perdana Menteri Qatar Sebut Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Fase yang Sulit

Kebijakan hukuman kolektif terus dilakukan Israel di Gaza dalam melawan Hamas.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Tentara Israel melakukan pekerjaan pemeliharaan di perbatasan dengan Jalur Gaza, di Israel selatan. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/CHRISTOPHE PETIT TESSON
Tentara Israel melakukan pekerjaan pemeliharaan di perbatasan dengan Jalur Gaza, di Israel selatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar  Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan perundingan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza berada di "fase yang sulit." Tetapi ia tidak memberikan detail lebih lanjut.

"Kami mencoba semaksimal mungkin untuk mengatasi kebuntuan ini," katanya, Rabu (17/4/2024), dilansir laman Reuters.

Baca Juga

Perdana menteri Qatar itu mengecam apa yang ia gambarkan sebagai kebijakan "hukuman kolektif" yang terus dilakukan Israel di Gaza dalam perangnya melawan Hamas. Serta eskalasi terbaru di daerah pendudukan Tepi Barat.

Perundingan yang dimediasi Qatar dan Mesir ini terus berjalan saat krisis kemanusiaan menghancurkan rakyat Palestina di Gaza yang kekurangan makanan, obat-obatan dan perawatan rumah sakit.

Israel mulai menyerang Gaza setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik 250 lainnya dalam serangan tersebut. Namun PBB melaporkan Israel mencegah penyidik PBB untuk berbicara dengan saksi mata dan korban serangan mendadak Hamas.

"Sejauh menyangkut pemerintah Israel, kami tidak hanya menghadapi kurangnya kerja sama, tetapi juga hambatan aktif terhadap upaya kami untuk mendapatkan bukti dari para saksi dan korban dari Israel terkait peristiwa yang terjadi di Israel selatan," kata salah satu dari tiga anggota penyelidikan tersebut Chris Sidoti seperti dikutip dari Aljazirah, Selasa (16/4/2024) kemarin.

Melalui sambungan video Sidoti mengatakan penyelidikan tersebut mengalami kesulitan untuk mengumpulkan bukti dari sejumlah besar saksi.

"Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengimbau kembali kepada pemerintah Israel untuk bekerja sama, dan kepada para korban dan saksi mata kejadian di Israel selatan untuk menghubungi komisi penyelidikan agar kami dapat mendengar apa yang mereka alami," katanya.

Sidoti juga mengatakan para penyelidik mulai mengumpulkan bukti digital sejak tanggal 7 Oktober, yang beberapa di antaranya "menghilang dari internet." Sementara itu Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan udara dan darat Israel sudah menewaskan 34 ribu rakyat Palestina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement