REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan mengambil keputusan sendiri mengenai bagaimana membela diri. Sementara negara-negara Barat mendesak Israel tidak membalas serangan Iran akhir pekan lalu.
Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan kelompok negara industri G7 mengumumkan rencana untuk memperketat sanksi-sanksi pada Iran. Langkah ini dinilai bertujuan untuk membujuk Israel tidak membalas serangan langsung pertama Iran ke wilayah Israel.
Serangan Iran pada Ahad (14/4/2024) merupakan balasan atas serangan udara Israel ke kantor konsulat Iran di Suriah yang menewaskan tujuh perwira termasuk dua jenderal Garda Revolusi pada 1 April 2024. Tak ada korban jiwa dalam serangan Iran akhir pekan lalu, tapi Israel mengatakan harus membalasnya untuk menjaga kredibilitas pertahanan.
Sementara Iran mengatakan sudah menganggap masalah itu sudah selesai. Tapi, akan segera merespon setiap serangan balik Israel.
Angkatan Udara Israel mengatakan pesawat tempurnya menyerang "infrastruktur teroris" Hizbullah yang didukung Iran di timur Lebanon. Hal ini menimbulkan kekhawatiran meningkatnya eskalasi di perbatasan utara Israel.
Netanyahu bertemu menteri luar negeri Jerman dan Inggris yang berkunjung ke Israel untuk mengkoordinasikan upaya mencegah konfrontasi langsung antara Israel dan Iran, menjadi konflik kawasan yang bermula dari serangan Israel ke Gaza. Kantor Netanyahu pun berterima kasih pada Annalena Baerbock dan David Cameron atas dukungan mereka. "Saya ingin menegaskan, kami akan membuat keputusan kami sendiri dan Negara Israel akan melakukan semua yang diperlukan untuk membela diri," kata kantor Netanyahu, Rabu (17/4/2024).
Sebelumnya, Cameron mengatakan tampaknya Israel berencana membalas serangan rudal dan drone Iran. "Eskalasi tidak akan bermanfaat bagi siapa pun, tidak bagi keamanan Israel, tidak bagi puluhan sandera yang masih di tangan Hamas, tidak bagi penderitaan populasi Gaza, tidak bagi banyak orang di Iran yang juga menderita di bawah rezim," kata Baerbock.
Serangan Israel ke Gaza untuk menumpas Hamas yang didukung Iran, memicu beberapa front lain. Para diplomat berusaha mencegah perang langsung antara Israel dan Iran. Yordania kembali menyerukan agar semua pihak menahan diri dan memperingatkan perang akan "menghancurkan" kawasan.
"Resikonya sangat besar. Itu dapat menyeret seluruh kawasan ke dalam perang yang akan menghancurkan kami di kawasan dan dampaknya akan sangat-sangat serius bagi seluruh dunia termasuk AS, situasinya terlalu berbahaya, peluang ledakan kawasan sangat nyat, dan harus segera dihentikan. Kami harus memastikan tidak ada eskalasi lebih lanjut," kata Menteri Luar Negeri, Yordania Ayman Safadi.
Washington mengatakan, berencana memberlakukan sanksi baru yang mengincar program rudal dan drone Iran dalam beberapa hari ke depan. AS berharap sekutu-sekutunya mengikuti langkah tersebut. Pemimpin-pemimpin Uni Eropa sedang membahas sanksi-sanksi dalam pertemuan di Brussels sementara menteri luar negeri G7 rapat di Italia.
Kementerian kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel ke kantong pemukiman rakyat Palestina itu sudah menewaskan lebih dari 34 ribu orang. Diperkirakan masih terdapat ribuan orang yang tewas di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk akibat serangan Israel.
Bulan ini Israel menarik banyak pasukannya dari selatan Gaza yang menjadi medan pertempuran sejak awal tahun. Beberapa hari terakhir pertempuran fokus di kamp pengungsi Nuseirat sebelah barat Deir al-Balah di Gaza tengah.
Wilayah ini, merupakan salah satu dari beberapa daerah yang belum diserang pasukan Israel. Warga setempat dan media Israel mengatakan pasukan Israel mulai mundur dari kamp pengungsian itu Rabu kemarin.
Anggota keluarga al-Nouri berduka dan marah di samping kantong jenazah di kamar mayat rumah sakit di Deir al-Balah. Dalam video yang dilihat kantor berita Reuters terlihat beberapa kantong jenazah ukuran anak-anak. Pihak berwenang mengatakan 11 orang tewas dalam serangan Israel ke rumah keluarga itu pada Selasa (16/4/2024) kemarin.
"Oh masyarakat dunia, apa yang terjadi itu salah! Kasihanilah kami! Hentikan perang! Anak-anak sekarat di jalanan!" kata seorang pria yang menangis di dalam rumah sakit yang penuh sesak.
Petugas kesehatan mengatakan di Kota Rafah yang kini menampung lebih dari satu juta pengungsi Palestina, serangan udara Israel membunuh tujuh warga Palestina. Termasuk seorang perempuan dan tiga anak-anak.
Media Hamas melaporkan, pasukan Israel mundur dari Beit Hanoun di Gaza utara setelah menggelar serangan 36 jam sebelumnya. Baku tembak antara Hizbullah dan pasukan Israel di perbatasan Israel-Lebanon meningkatkan resiko eskalasi.
Hizbullah yang didukung Iran mengatakan mereka meluncurkan rudal dan drone ke fasilitas militer di utara Israel sebagai balasan serangan Israel yang membunuh anggota Hizbullah. Israel mengatakan, 14 tentara terluka dalam peristiwa itu, enam diantaranya mengalami luka serus.
Israel mengatakan akan membahas penghentian sementara serangan untuk pembebasan sandera tapi tidak akan menghentikan serangan sampai Hamas berhasil ditumpas. Hamas mengatakan tidak akan membebaskan sandera sampai gencatan senjata permanen disepakati.
Qatar yang memediasi perundingan gencatan senjata mengatakan proses negosiasi dalam fase sulit. Qatar mengatakan mereka mengevaluasi ulang perannya sebagai mediator karena upaya mereka dirusak oleh orang-orang yang mengejar "kepentingan politik sempit."
Sementara prospek kelaparan semakin tinggi, AS dan Israel mengatakan akses pada bantuan membaik pada bulan ini. Namun lembaga-lembaga kemanusiaan mengatakan pasokan makanan dan obat-obatan masih terlalu sedikit untuk menghindari bencana.
"Di seluruh Gaza, kelaparan buatan manusia semakin mencengkeram," kata kepala badan bantuan pengungsi PBB untuk Palestina, (UNRWA) Philippe Lazzarini kepada Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.
"Di bagian utara, bayi dan anak kecil mulai meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi. Di seberang perbatasan, makanan dan air bersih menunggu," tambahnya