Kamis 18 Apr 2024 16:40 WIB

Canda Ketua KY: Berurusan Hukum di RI Orang Gemuk Nanti Jadi Kurus

Yang mau diet, tidak usah coba macam-macam, cukup berurusan dengan hukum jadi kurus.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifai.
Foto: Republiika/Rizky Suryarandika
Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah negara hukum. Namun, ada anekdot yang justru menceritakan bahwa orang yang berurusan dengan hukum di Indonesia malah menjadi kapok, karena malah ribet.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai saat memberikan kuliah umum di Universitas Singaperbangsa, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Amzulian mengamati anekdot itu muncul karena ada problematika penegakan hukum yang tidak sesuai dengan prinsip negara hukum.

Baca: Lanal Nunukan Gagalkan Penyelundupan Minyak Kemiri di Sebatik

Sebagai negara hukum, maka menurut Amzulian, kepercayaan pada kinerja lembaga peradilan harus berada di nomor satu. Namun, kenyataan tidak demikian.

"Kalau tidak percaya, berurusanlah dengan hukum. Yang mau diet, tidak usah coba macam-macam diet karena cukup berurusan dengan hukum. Yang gemuk nanti jadi kurus. Yang sebelumnya sabar jadi pemarah. Hal ini karena pengalamannya tidak enak," kata Amzulian dalam siaran pers dikutip di Jakarta pada Kamis (18/4/2024).

Berdasarkan pengalamannya sebagai pejabat negara, Amzulian mengungkap, berbagai kemungkinan penyebab ketidakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan.  Misalnya, ada kasus orang yang tidak bersalah, tetapi malah dipersalahkan, atau ada orang yang salah, tetapi justru dibebaskan.

Baca: Aparat Gabungan Tewaskan Dedengkot KST Papua Abubakar Kogoya

Contoh, lain ada orang yang tidak berhak atas tanah, malah menjadi berhak. Hal itu menjadi bolak-balik di mata hukum.

"Ada orang yang kehilangan tanahnya karena tidak punya sertifikat. Ada orang yang mengurus sertifikat tanah bertahun-tahun, tetapi tidak keluar sertifikatnya. Hal seperti itu yang dapat membuat lembaga peradilan tidak mendapat peringkat nomor satu dalam persepsi dan kepercayaan publik," ujar mantan Ketua Ombudsman RI itu.

Dalam riset yang pernah dilakukan, Amzulian memantau belum pernah ada lembaga peradilan mendapat peringkat pertama dalam kepercayaan publik. Biasanya urutan kelima, dimana di atasnya merupakan lembaga pemerintahan.

Baca: Bertemu Bus Kopassus, Pandawa 87 Lawan Arah Pilih Mundur

"Kepercayaan publik itu penting, karena saat lembaga negara tidak mendapat kepercayaan, seakan-akan apa yang dilakukannya salah terus. Padahal di antara mereka (hakim), banyak yang sudah bekerja keras. Oleh karena itu, muncullah Pasal 24B di dalam UUD NRI Tahun 1945," ujar Amzulian.

Dia lantas menyinggung munculnya KY karena memang perlu ada lembaga negara sebagai pengawas eksternal kekuasaan kehakiman. KY diberikan wewenang dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

"Kalau diperhatikan, KY itu ranahnya etik, yakni pengawasan hakim," ujar Amzulian.

Selain itu, Amzulian mengakui ada kenaikan yang cukup signifikan setiap tahun terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Tapi KY diakui Amzulian mengalami keterbatasan dalam menindaklanjutinya.

"Bukan kami tidak berbuat, tapi saya punya keterbatasan. Banyak yang menyatakan undang-undang tentang KY harus diubah, tetapi saya tidak di posisi mengurusi undang-undang karena hal itu urusan DPR. Tugas saya adalah menjalankan lembaga negara ini, apapun kekurangannya," ucap Amzulian.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement