REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional tidak membantah eskalasi konflik di Timur Tengah yakni serangan Iran ke Israel akan memberikan dampak pada komoditas pangan yang berasal dari impor. Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas, Maino Dwi Hartono menjelaskan, meski tidak berdampak langsung tetapi konflik Iran-Israel berisiko membuat harga sejumlah komoditas terpengaruh karena hambatan perjalanan logistik pangan.
"Tanpa ada serangan Iran pun, distribusinya melingkar kan, karena (konflik) Ukraina tidak selesai. Kondisi sekarang kan ditutup, tetap muter, mungkin bertambah itu perjalanan jadi panjang sehingga cost nambah, termasuk masalah keamanan, pasti biayanya jadi naik kan," ujar Maino di Kantor Bapanas, Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Maino mencontohkan komoditas pangan impor yang paling berpotensi terdampak yakni gandum dan kedelai. Menurutnya, pengiriman komoditas ini bisa terganggu akibat peningkatan konflik di Timur Tengah.
Terganggunya pengiriman melalui Selat Hormuz akan membuat pengiriman dialihkan sehingga berdampak ke lamanya waktu hingga biaya pengiriman.
"Bisa juga ke situ, tapi kalau ketersediaan nggak masalah, produksi ada, tapi kita nggak tau ini akan merembet ke mana dengan situasi global sekarang, tetapi pertimbangan-pertimbangan itu logis, tapi terutama masalah distribusi akan terganggu," ujarnya.
Maino melanjutkan, kondisi ini ditambah dengan semakin melemahnya rupiah terhadap kurs dolar AS yang kini menembus Rp 16 ribu. Karena itu, ia menilai kondisi ini perlu diantisipasi oleh stakeholder terkait.
"Intinya situasi global tadi akan mempengaruhi situasi logisitk, pertama waktu nambah, biaya nambah, dan ujunnya harga akan berubah. lalu kurs dolar naik, mau nggak mau pelaku usaha akan menyesuakan itu," ujarnya.
Sementara untuk komoditas lain seperti bawang putih, beras dan daging sapi dinilai tidak akan terdampak. Hal ini karena pasokan bawang putih berasal dari China, kemudian beras dari wilayah Asia Tenggara dan daging sapi dari Australia.