Jumat 19 Apr 2024 08:20 WIB

Eks KSAD Hingga Danjen Kopassus Ikut Minta Jadi Amicus Curiae

Eks KSAD hingga Danjen Kopassus juga ikut minta menjadi amicus curiae di MK.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Kasad Jenderal Tyasno Sudarto. Eks KSAD hingga Danjen Kopassus juga ikut minta menjadi amicus curiae di MK.
Foto: Aljazeera
Mantan Kasad Jenderal Tyasno Sudarto. Eks KSAD hingga Danjen Kopassus juga ikut minta menjadi amicus curiae di MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delapan perwakilan Petisi 100 dan Front Penegak Daulat Rakyat (F-PDR) mengajukan diri menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan terkait perkara sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Empat di antaranya adalah mantan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, eks Komandan Marinir Letjen Mar. (Purn) Soeharto, eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, dan mantan anggota DPD Marwan Batubara.

Mereka mengajukan diri menjadi sahabat pengadilan pada Kamis (18/4/2024). "Kami mengambil langkah ini karena cinta kepada NKRI, dan ingin negara kita ini terjaga eksistensinya, termasuk sistem yang berlaku di dalamnya, yakni sistem demokrasi, demi menuju Indonesia Emas tahun 2045," kata Marwan selaku koordinator amicus curiae, ketika dikonfirmasi.

Baca Juga

Marwan dkk dalam dokumen pendapat amicus curiae-nya atau amicus brief menyebut, diduga kuat sudah terjadi kecurangan bersifat sistematis, terstruktur, dan masif (TSM) untuk memenangkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran. Mereka juga menyoroti putusan MK Nomor 90 yang membukakan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres meski belum berusia 40 tahun.

Marwan dkk menilai, munculnya keputusan yang menguntungkan anak Presiden Jokowi itu mengindikasikan bahwa MK sudah diintervensi oleh penguasa yang ingin terus berkuasa. Karena itu, pihaknya mengajukan diri menjadi amicus curiae dalam rangka memberikan dukungan moril, semangat, dan keberanian kepada MK melawan intervensi kekuasaan dalam memutus perkara sengketa hasil Pilpres 2024.

"Kecurangan pilpres yang hanya melahirkan pemimpin yang tidak amanah, maka harus dihentikan. NKRI harus diselamatkan. Kami berdiri bersama MK, berjuang bersama MK, demi Indonesia yang lebih baik ke depannya," ujar Marwan.

Lebih lanjut, Marwan dkk meminta majelis hakim mempertimbangkan kecurangan TSM yang dilakukan Presiden Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran, sebagaimana diungkap kuasa hukum Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam persidangan. Menurut mereka, kecurangan TSM itu yang membuat Prabowo-Gibran meraih suara terbanyak dalam Pilpres 2024.

"Peradilan (MK) harus mempertimbangkan teori hukum Causa Litet (sebab akibat dari munculnya perbuatan melawan hukum). Proses kecurangan TSM sebagai 'sebab' tidak bisa dipisahkan dengan perbedaan perolehan suara yang merupakan 'akibat'," ujarnya.

Sayangnya, amicus brief Marwan bersama para mantan jenderal TNI itu tidak akan didalami atau dibahas oleh majelis hakim MK dalam rapat pembuatan putusan. Pasalnya, majelis hakim hanya membahas atau mendalami amicus brief yang diajukan sebelum Selasa (16/4/2024) pukul 16.00 WIB.

Sebagai informasi, amicus curiae adalah orang atau organisasi yang bukan pihak dalam suatu perkara hukum, tapi berkepentingan atas putusan perkara tersebut, sehingga mereka menyampaikan informasi untuk dipertimbangkan oleh majelis hakim. Majelis hakim bebas untuk mempertimbangkan atau tidak dokumen pendapat atau amicus brief mereka.

Orang atau kelompok masyarakat terus berdatangan mengajukan diri menjadi amicus curiae di tengah majelis hakim MK sedang menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan putusan atas perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Majelis hakim dijadwalkan rampung membuat putusan pada 21 April 2024 dan akan menggelar sidang pembacaan putusan sehari setelahnya.

Dalam perkara ini, pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebagai penggugat sama-sama meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak). Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.

Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi demi memenangkan Prabowo-Gibran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement