REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, Bapanas berupaya mengoptimalkan penyerapan pangan produksi dalam negeri guna mencegah dampak gejolak geopolitik global ke perekonomian Indonesia terutama bagi sektor pangan.
"Eggak ada yang menyangka bahwa Iran pakai dron menyerang (Israel). Eggak ada yang menyangka (konflik) Rusia dengan Ukraina seperti itu panjang waktunya. Jadi solusinya adalah kita perlu cadangan pemerintah. Solusinya, kita perlu menyiapkan pascapanen mendukung apa yang dikerjakan Pak Amran (Menteri Pertanian) sahabat saya," kata Arief di sela halalbihalal bersama awak media di Jakarta, kemarin.
Arief menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan awak media terkait langkah Bapanas dalam memastikan ketersediaan pasokan pangan dalam negeri di tengah konflik Iran dan Israel. Arief juga menyampaikan bahwa tidak ada tambahan anggaran subsidi dampak kenaikan harga pangan. Namun, Bapanas akan memaksimalkan penyerapan produksi pertanian dalam negeri khususnya padi yang memasuki masa panen.
Bapanas menyebut potensi panen padi mencapai 4,9 juta ton setara beras pada April ini. Perkiraan tersebut mengacu kerangka sampel area (KSA) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan adanya panen itu dapat menambah stok beras di gudang Bulog yang saat ini mencapai 1.231.434 ton per 16 April 2024.
Selain itu khusus untuk harga padi, Bapanas memastikan agar harga di tingkat petani tidak jatuh. Begitu pun ditingkat konsumen atau masyarakat bisa terjangkau.
Bapanas telah memberlakukan fleksibilitas bagi Perum Bulog untuk harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani, menjadi Rp6.000 per kilogram (kg) dari yang sebelumnya Rp5.000 per kg. Kebijakan ini mulai diberlakukan sejak 3 April 2024 hingga 30 Juni 2024.
"Kita juga harus hati-hati, jangan kita pada saat harga tinggi kemarin semua teriak-teriak (harga beras) Rp18.000 (per kg). Harga Rp18.000 per kg itu terbentuk karena harga gabahnya Rp8.000 sampai Rp8.600," ujar Arief.
Bapanas juga menyatakan impor komoditas jagung disetop untuk menyerap hasil produksi dalam negeri. Dengan menghentikan impor jagung, diharapkan kebutuhan pakan bagi peternak, khususnya peternak mandiri, dapat dipenuhi dari hasil panen petani lokal.
"Jagung beberapa bulan lalu diperlukan impor? Diperlukan. Kami enggak malu malu kita bilang perlu. Namun, begitu panen sekarang impor jagungnya setop. Kita harus punya cadangan supaya petani, peternak ayam telur segala macam itu, masih tetap mau berternak dan bertani," ujar Arief.
Ia juga berharap, agar pemerintah daerah dapat memanfaatkan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) dan insentif fiskal dari pemerintah pusat yang disalurkan ke daerah untuk memastikan ketersediaan pasokan pangan, salah satunya dengan kerja sama antar daerah (KAD).