REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor), Mustofa Abidin menyebut kliennya tidak bisa memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (19/4/2024). Mustofa mengungkapkan kliennya tengah sakit.
Gus Muhdlor semula diagendakan diperiksa KPK pada Jumat (19/4/2024) sebagai tersangka kasus potek insentif pegawai BPPD Sidoarjo. Tapi Gus Muhdlor tak kunjung menampakkan batang hidungnya hingga Jumat siang.
"Hari ini memang Bupati Sidoarjo tidak dapat hadir memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK tersebut karena sakit," kata Mustofa dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Jumat (19/4/2024).
Mustofa menyatakan tetap menghormati panggilan KPK. Meski pun kliennya tak memenuhi panggilan KPK hari ini.
Tercatat ketika berstatus saksi, Gus Muhdlor memang pernah sekali tak memenuhi panggilan KPK. Saat itu, Gus Muhdlor meminta pemanggilannya dijadwal ulang.
"Saya sampaikan informasi bahwa kami semua sangat menghormati panggilan oleh KPK terhadap klien kami," ujar Mustofa.
Mustofa menyebut alasan sakit dari kliennya ini sudah dikabarkan kepada KPK. Gus Muhdlor meminta panggilannya dijadwal ulang.
"Tadi pagi kami sudah menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan kepada KPK," ujar Mustofa.
Gus Muhdlor menjadi tersangka ketiga yang dijerat KPK dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif. Gus Muhdlor juga telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo).
Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada tahun 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati.
Kasus ini mencuat setelah OTT di Sidoarjo pada Januari 2024. Saat itu, tim KPK menangkap 11 orang yaitu Siska Wati (Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo), Agung Sugiarto, (suami Siska dan juga Kabag Pembangunan Setda Pemkab Sidoarjo), Robith Fuadi yang merupakan kakak ipar Bupati Sidoarjo, Aswin Reza Sumantri selaku asisten pribadi Bupati Sidoarjo.
Kemudian Rizqi Nourma Tanya (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Sintya Nur Afrianti (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Umi Laila (Pimpinan Cabang Bank Jatim), Heri Sumaeko (Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo), Rahma Fitri (Fungsional BPPD Pemkab Sidoarjo) Tholib (Kepala Bidang BPPD Pemkab Sidoarjo), dan Nur Ramadan, anak Siska.
Tapi saat itu yang dijadikan tersangka baru Siska dan Ari saja. Sisanya dilepaskan oleh KPK. Bahkan Gus Muhdlor lolos dari OTT itu.
Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut.
Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor Ali. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.