Jumat 19 Apr 2024 16:51 WIB

Kemenlu: Veto AS Atas Keanggotaan Palestina di PBB Khianati Perdamaian  

Indonesia menegaskan kembali dukungannya terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB.

 Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menyebut tindakan veto yang diambil Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB. (ilustrasi)
Foto: republika
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menyebut tindakan veto yang diambil Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menyebut tindakan veto yang diambil Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk keanggotaan penuh Palestina di PBB, mengkhianati aspirasi bersama untuk menciptakan perdamaian jangka panjang di Timur Tengah.

“Indonesia sangat menyesalkan kegagalan DK PBB untuk kesekian kalinya dalam mengesahkan resolusi mengenai keanggotaan penuh Palestina di PBB, dikarenakan veto oleh salah satu anggota tetap DK PBB,” kata Kemlu RI dalam pernyataannya di media sosial X, Jumat (19/4/2024).

Baca Juga

Dalam pernyataan itu, Indonesia menegaskan kembali dukungannya terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB, yang akan memberikan Palestina kedudukan yang patut di antara negara-negara dan kedudukan setara dalam proses perdamaian menuju pencapaian solusi dua negara.

Kemajuan menuju keanggotaan penuh Palestina tersendat sejak Palestina memperoleh status negara pengamat PBB pada tahun 2012, meskipun terdapat dukungan penuh dari mayoritas negara anggota PBB.

DK PBB, yang beranggotakan 15 negara, berkumpul di New York pada Kamis (18/4/2024) untuk melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi yang dibuat oleh Aljazair yang merekomendasikan diterimanya Palestina sebagai anggota PBB.

Keanggotaan Palestina dihalangi meski mendapatkan 12 suara mendukung dan dua abstain, termasuk Inggris dan Swiss. Sebuah resolusi dewan memerlukan sedikitnya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari anggota tetap yakni AS, Inggris, Prancis, Rusia, atau China—untuk dapat disahkan.

Permohonan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB terjadi di tengah serangan mematikan Israel di Jalur Gaza, menyusul serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023 oleh kelompok pejuang Palestina, Hamas. Kepresidenan Palestina mengecam keras veto AS dengan menyebut tindakan itu tidak adil, tidak etis, dan tidak dapat dibenarkan, serta menantang keinginan komunitas internasional.

Dalam pernyataannya, Kepresidenan Palestina mengatakan bahwa kebijakan agresif Amerika terhadap Palestina, rakyatnya, dan hak-hak sah mereka merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Palestina juga mencatat bahwa veto AS mendorong berlanjutnya perang genosida Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem yang tengah diduduki.

Kepresidenan Palestina turut menggarisbawahi bahwa veto tersebut mengungkap kontradiksi dalam kebijakan AS yang mengeklaim mendukung solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina, sekaligus mencegah komunitas internasional menerapkan solusi tersebut melalui penggunaan veto yang berulang-ulang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement