REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut harga gula konsumsi yang tinggi di pasar internasional menjadi salah satu penyebab kelangkaan stok gula di pasar ritel modern.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan, sudah menerima laporan terkait dengan kelangkaan dan kenaikan harga gula di beberapa pasar.
"Karena kesulitan memperoleh gula di sana (pasar internasional) dengan harga yang boleh (harga eceran tertinggi) di Indonesia. Harganya kan di luar tinggi," ujar Isy di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Saat ini Kemendag bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait sedang membahas mengenai penyebab kelangkaan dan kenaikan harga gula.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) juga mulai memimpin rapat mengenai peta jalan pergulaan.
"Saya sudah ke Kemenko, sekarang ada rapat gula di sana mengenai roadmap pergulaan. Sekalian ngobrolin ini (harga gula) karena sudah mulai ada kelangkaan tapi penanganannya ada di Bapanas," kata Isy.
Namun demikian, Isy menegaskan bahwa ketersediaan stok gula di dalam negeri masih relatif aman, apalagi pada Mei 2024 sudah memasuki musim giling tebu.
Berdasarkan catatan Kemendag, stok gula di BUMN dan swasta lebih dari 330 ribu ton. Isy menyebut, jumlah tersebut cukup untuk satu bulan.
"Ketahanan stok itu kan 1,5 bulan, hampir dua bulan. Jadi, cukuplah itu stoknya," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa pihak telah menetapkan kebijakan relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula menjadi Rp17.500 per kilogram (kg) hingga 31 Mei 2024.
"(Harga acuan pemerintah) kan kita sudah berikan relaksasi Rp 17.500 sampai 31 Mei 2024,“ kata Arief di Jakarta, Kamis (18/4).
Arief menyampaikan penetapan relaksasi kenaikan HAP gula melalui Rapat Koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Gula Konsumsi lintas kementerian/lembaga. Kebijakan tersebut diberlakukan sejak 5 April hingga 31 Mei 2024.
Menurut Arief, kebijakan relaksasi HAP gula diberlakukan karena memang harga komoditas tersebut secara global cukup tinggi.
Meski begitu, Arief menilai bahwa tingginya harga gula saat ini merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan produksi dalam negeri.