Jumat 19 Apr 2024 20:50 WIB

Ketika Peradaban Manusia Tuhankan Matahari, Ini Jawaban Alquran 

Islam menegaskan tentang kedudukan matahari sebagai makhluk.

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Matahari Terbit (ilustrasi). Islam menegaskan tentang kedudukan matahari sebagai makhluk
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Matahari Terbit (ilustrasi). Islam menegaskan tentang kedudukan matahari sebagai makhluk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam peradaban umat manusia, matahari menempati posisi sentral tersendiri. Dengan bentuknya yang besar dan cahayanya yang terang, matahari berperan fenomenal di setiap milenial. 

Beberapa lukisan gua prasejarah dari era ketika manusia belum mengenal aksara, memberi bukti bahwa matahari menjadi salah satu sosok kunci kehidupan. 

Baca Juga

Lukisan dihasilkan dengan teknik beragam, misalnya menggores dan mengecat dinding gua. Motif bulat atau lingkaran kadang ditambah dengan garis-garis lurus yang seakan memancar keluar dari lingkaran dijumpai di beberapa situs arkeologi.

Ketika umat manusia memasuki fajar peradaban atau meminjam istilah para ahli disebut sebagai "The Dawn of Civilization" matahari semakin menunjukkan eksistensinya. Hampir semua peradaban besar di era ketika manusia mengenal aksara atau huruf menempatkan matahari sebagai dewa atau tuhan.

Demikian dijelaskan Arkeolog, Profesor Ali Akbar dalam buku Arkeologi Alquran: Penggalian Pengetahuan Keagamaan terbitan Lembaga Kajian dan Peminatan Sejarah, 2020.

Profesor Ali Akbar menjelaskan, peradaban bangsa Mesir, misalnya yang berkembang pada milenial ketiga SM menempatkan Dewa Ra (Re) sebagai Dewa Matahari. 

Dari sekian banyak dewa-dewi yang dikenal masyarakat lembah Sungai Nil, Dewa Ra disebut sebagai dewa tertinggi. Alam negeri Piramida yang sebagian merupakan gurun pasir nan panas diduga kuat membuat figur matahari menjadi sedemikian mendominasi.

Peradaban bangsa Nabatea (Nabataean) di Yordania yang berkembang pada milenial pertama SM memuja Dewa Dushara sebagai Dewa Matahari. 

Kuil untuk Dewa Dushara sebagai dewa utama atau katakanlah raja para dewata, misalnya terdapat di Petra. Para pedagang mancanegara yang datang ke Petra, sedikit banyak turut menyebarkan figur Dushara dengan berbagai variannya ke wilayah masing-masing.

Peradaban bangsa-bangsa yang menempati Mesopotamia sejak empat milenial SM mengenal banyak dewa dan salah satunya adalah Dewa Matahari.

Bangsa-bangsa seperti Sumeria, Akkadia, Assyria, Babilonia menempati wilayah subur di antara dua sungai utama, yakni Eufrat dan Tigris. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement