REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pj Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono mengeklaim angka perkawinan anak di wilayah setempat terus mangalami penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan terjadi jika dilihat dari jumlah masyarakat yang mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan tinggi agama.
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya mencatat, pada 2021 ada sebanyak 17.151 anak di bawah umur yang mengajukan dispensasi kawin. Kemudian turun 11,99 persen pada 2022 menjadi 15.095 orang. Pada 2023 pengajuan dispensasi kawin di Jatim kembali turun sebesar 18,29 persen menjadi 12.334 orang.
"Dispensasi kawin adalah pemberian hak kepada seseorang untuk melangsungkan perkawinan meski belum mencapai batas minimum usia perkawinan yaitu 19 tahun. Adanya penurunan dispensasi ini sejalan dengan pencegahan perkawinan anak yang terus kita lakukan," kata Adhy di Surabaya, Sabtu (20/4/2024).
Adhy mengatakan, pihaknya bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur dan pemerintah kabupaten/ kota se-Jawa terus berupaya mencegah perkawinan anak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi secara massif terkait pendewasaan usia perkawinan kepada masyarakat.
"Kita terus massif mensosialisasikan tentang bahaya pernikahan anak. Karena pada dasarnya pernikahan anak itu lebih banyak menimbulkan masalah mulai kesehatan hingga sosial," ujarnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati mengingatkan bahaya perkawinan anak, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Ia mengatakan, faktor terbesar terjadinya anak stunting adalah karena kehamilan dari pernikahan anak tersebut.
"Dari pernikahan anak, tentu saja si ibu belum terlalu matang baik dari sisi kesehatan reproduksi maupun sisi kesiapan mental," ucapnya.