REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -----Mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengkritisi remisi Idul Fitri bagi ratusan narapidana kasus korupsi. Tindakan tersebut dinilai menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air.
"Harusnya pemerintah fokus pada pengembalian kepercayaan publik, alih-alih sibuk menjustifikasi pemberian remisi," ujar Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangan pers dikutip pada Ahad (21/4/2024).
Praswad menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) wajib dikaitkan dalam pemberian remisi kepada koruptor ini. Sebab, pemberi remisi merupakan Kemenkumham yang dipimpin Presiden. "Pemberian remisi lewat Kemenkumham adalah representasi dari sikap pemerintah, secara remisi dan tidak lain adalah pilihan politik dari Presiden. Terlebih, remisi dilakukan pasca penyelenggaraan pilpres," kata Praswad.
Selain itu, IM57+ Institute juga memandang remisi bagi koruptor malah memperburuk pemberantasan korupsi. Tuduhan pelemahan dalam pemberantasan korupsi usai pengubahan undang-undang kini dinilai semakin terang. "Pemberian remisi secara fleksibel akan semakin melengkapi berbagai bukti aktual terkait menurunnya kinerja pemberantasan korupsi yang sudah meluncur jatuh kewabah pascarevisi UU KPK," kata Praswad.
Diketahui, sebanyak 240 narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat mendapat remisi hari raya Idulfitri 1445 H/2024 M. Di antara para koruptor itu ialah eks Ketua DPR Setya Novanto, eks Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara, mantan Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo, dan mantan Bupati Cirebon Sunjaya. Mereka memperoleh remisi khusus I atau masih harus menjalani sisa pidananya setelah mendapatkan potongan tahanan.
Tercatat, jumlah narapidana di Lapas Sukamiskin sebanyak 381 orang. Dari jumlah tersebut, 240 orang yang memenuhi persyaratan untuk mendapat remisi paling kecil 15 hari dan yang paling besar remisi dua bulan. Remisi tersebut diklaim diberikan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.