REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin 22 April 2024 akan memutus perkara sengketa Pilpres 2024. Hal ini memicu ragam komentar, termasuk kalangan akademisi.
Akademisi dan juga pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menilai keterpilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 menjadi yang tertinggi di dunia yakni dipilih oleh 96.214.691 rakyat Indonesia.
Menurutnya, dengan suara yang tertinggi di dunia ini, diyakini akan menjadi pertimbangan hakim MK dalam memutuskan perkara gugatan sengketa Pilpres 2024.
“Bahwa 96 juta suara rakyat memilih Prabowo Gibran itu terbesar dalam sejarah Pilpres dunia, Prabowo paling tinggi sebagai presiden dengan jumlah pemilih terbesar di dunia bahkan dan itu mendapatkan banyak ucapan selamat daripada kepala negara lain,” kata pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin, Ahad (21/04/2024).
Menurut Ujang, keputusan persidangan sengketa hasil Pilpres 2024 akan dititikberatkan oleh hakim MK pada bukti-bukti persidangan yang disampaikan oleh pihak pemohon, jadi tidak dilihat pada jumlah suara yang didapatkan oleh calon tertentu.
“Saya melihat hakim akan mempertimbangkan dengan objektif bukti-bukti dan fakta-fakta di persidangan,” ujarnya.
Dijelaskan Ujang, dalam masalah hukum pemohon dituntut memberikan bukti-bukti yang valid agar permohonan mereka bisa dikabulkan oleh hakim, namun kalau bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon tidak kuat maka sudah dipastikan permohonan mereka akan ditolak.
“Kalau hukum ini kan soal pembuktian. Jadi kalau kubu 01 dan 03 tidak bisa membuktikan kecurangan ya tidak bisa, artinya kalau buktinya lemah nggak valid kemungkinan akan ditolak, kecuali kalau buktinya kuat,” jelasnya.
Dikatakan Ujang, dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 kemarin di MK, bukti-bukti yang dimunculkan atau yang diberikan kemarin disidangkan di MK tidak terlalu kuat untuk bisa dikatakan bahwa ada sebuah kecurangan dalam hasil kemenangan yang diraih oleh Prabowo-Gibran.
“Karena bagaimanapun kalau hukum bicara soal alat bukti yang harus real, nyata dan ada duga-dugaan itu," ungkapnya.
Ujang mencontohkan soal tudingan kecurangan bansos dari kubu 01 kubu 03, sehingga dihadirkan 4 menteri di kabinet Jokowi. Tetapi, justru kehadiran para menteri itu semakin membuktikan bahwa tidak ada politisasi bansos seperti yang dituduhkan.
"Ternyata kehadiran menteri di persidangan itu tidak menguntungkan 01, tidak menguntungkan 03 juga, bahkan menguntungkan 02,” jelasnya.
Oleh sebab itu, tudingan terjadinya kecurangan melalui bantuan sosial oleh 02 tidak mampu dibuktikan oleh pemohon hingga peluang ditolaknya permohonan capres 01 dan 03 sangat besar terjadi.
“Saya melihat masa iya dengan suara yang besar itu didiskualifikasi, masa iya dibatalkan, kan tidak ada sejarahnya didiskualifikasi, tidak ada juga sejarahnya pembatalan kecuali ada pengulangan di beberapa TPS kalaupun itu ada dugaan kecurangan yang terbukti,” sambungnya.
Untuk itu, jika di hasil sidang sengketa pilpres ini para pemohon tidak mampu membuktikan tudingannya, maka sudah dipastikan Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024. Bahkan, potensi ditolaknya gugatan 01 dan 03 sangatlah besar terjadi bila merujuk pada proses persidangan yang berlangsung kemarin.
“Kalau dugaan kecurangan tidak terbukti ya Prabowo-Gibran dengan mudah bisa menang di MK. Saya lihat potensi gugatan untuk ditolak itu tinggi atau besar berdasarkan pertimbangan sidang yang ada Mahkamah Konstitusi tapi apapun keputusan hakim nanti besok harus kita terima apapun keputusannya,” paparnya.