REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mencatat dalam rentang 10 tahun terakhir terdapat lebih dari 2,5 juta kasus kekerasan berbasis gender sudah dilaporkan pada banyak lembaga. Khusus tahun 2023 saja, Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan mencatat 289.111 kasus kekerasan berbasis gender.
"Yang sebagian besarnya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga dan sepertiganya adalah kekerasan seksual," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangannya pada Ahad (21/4/2024).
Dalam Catahu, Komnas Perempuan masih banyak menemukan laporan-laporan terkait aparat kepolisian dalam membantu mencari keadilan. Misalnya saja soal no viral no justice, atau keluhan tentang keadilan yang tertunda karena proses pelaporan yang tidak langsung disikapi atau tidak ada kejelasan waktu dari tahapan prosesnya, bahkan ada yang sampai kadaluarsa.
"Atau juga masih ada yang dilaporkan karena masih memiliki sikap yang menyudutkan korban, atau tidak tahu, tidak mampu mengaplikasi perkembangan hukum serta lain sebagainya," ujar Andy Yentriyani.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendukung Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dittipid PPA dan PPO) Polri yang kini sedang dalam proses pembentukannya. Dittipid PPA dan PPO akan bertugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lain serta perdagangan orang.
Terkait pembentukan Direktorat PPA dan PPO ini, Komnas Perempuan mengidentifikasi kebutuhan struktur Direktorat PPA dan PPO. Dittipid PPA dan PPO diharapkan mampu mengikuti kompleksitas serta perkembangan kejahatan berbasis gender. Isu lain adalah terkait Kepemimpinan Perempuan di Direktorat PPA dan PPO, mekanisme pelindungan dan layanan serta kerjasama dan koordinasi..
"Kami merekomendasikan agar tugas dan fungsi pelindungan dan layanan menjadi bagian dalam struktur direktorat PPA dan PPO, mengingat kerja-kerja penyelidik dan penyidik tidak bisa sendiri, namun harus terintegrasi dan berkolaborasi dengan sistem layanan pemulihan korban. Juga yang mengisi di posisi-posisi di direktorat PPA dan PPO adalah teman-teman di Unit PPA yang selama ini telah memahami dan berpengalaman dalam berinteraksi dengan perempuan yang berhadapan dengan hukum," ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi.
Komnas Perempuan juga menyoroti jumlah dan kapasitas Polwan yang bergabung di PPA dan PPO, serta tata kerja organisasi. Setelah pembentukan Direktorat PPA dan PPO. Komnas Perempuan memandang masih terdapat sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan, dari rekruitment, peningkatan kapasitas, penyediaan sarana prasarana dan membangun berbagai mekanisme kerja antar unit kerja baik di internal dan eksternal Polri.
"Ini merupakan sebuah upaya sistemik yang sangat penting dan harus kita pastikan bersama, agar Direktorat ini dapat menghadirkan keadilan dan kesentosaan di Indonesia," ujar Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang.