Senin 22 Apr 2024 10:13 WIB

Hakim Singgung DPR tak Boleh Lepas Tangan Terhadap Masalah Pemilu

MK menyebut seharusnya DPR menjalankan fungsi konstitusionalnya untuk Pemilu 2024.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Suasana jalannya sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024).  Dalam sidang tersebut para pemohon hadir langsung yaitu Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan Pasangan capres-cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Foto: Republika/Prayogi
Suasana jalannya sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Dalam sidang tersebut para pemohon hadir langsung yaitu Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan Pasangan capres-cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim konstitusi Saldi Isra menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam melaksanakan kewenangannya tidak hanya sebatas mengadili hasil rekapitulasi pemilihan umum (Pemilu) 2024. MK juga dapat menilai hal-hal lain terkait dengan tahapannya yang berkenaan dengan penetapan suara sah hasl kontestasi.

Hal tersebut termaktub dalam Pasal 24C Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun ia menyebut, pasal tersebut juga menegaskan bahwa MK juga bukan lembaga yang menjadi tumpuan dalam menyelesaikan semua masalah pemilu.

Baca Juga

"Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai keranjang sampah untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia," ujar Saldi dalam sidang putusan gugatan Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).

Dalam hal tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan Pemilu 2024. Termasuk DPR yang memiliki tugas dalam fungsi pengawasan.

"Lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan, sehingga sejak awal harus pula menjalankan fungsi konstitusionalnya, seperti fungsi pengawasan dan menggunakan hak-hak konstitusional yang melekat pada jabatannya seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat guna memastikan seluruh tahapan pemilu dapat terlaksana sesuai dengan Pasal 22E Ayat 1 UUD 1945," ujar Saldi.

"Penegasan demikian diperlukan karena Mahkamah hanya memiliki waktu yang terbatas, in casu 14 hari kerja, untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," sambungnya.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani akhirnya buka suara terkait usulan hak angket yang kerap disuarakan oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ungkapnya, hingga saat ini belum adanya pergerakan terkait usulan pembentukan panitia khusus (Pansus) hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan Pemilu 2024.

"Belum ada pergerakan, belum ada pergerakan," ujar Puan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/3/2024).

"Jadi ya kita lihat, yang paling tidak itu kalau memang itu merupakan hak anggota DPR yang terbaik untuk dilakukan bagi bangsa, ya boleh saja, tapi kan belum ada," sambungnya.

Lanjutnya, Fraksi PDIP tentu memiliki harapan agar usulan tersebut dapat terealisasi. Namun, terdapat aturan yang menjelaskan mekanisme hak angket yang harus diusulkan minimal 25 anggota DPR dan dua fraksi.

Puan sebagai pimpinan DPR, mengaku belum menerima usulan resmi hak angket dari Fraksi PDIP. Ditanya, apakah ada instruksi darinya kepada fraksi partai berlambang kepala banteng itu? ia singkat menjawab bahwa tidak ada instruksi terkait hak angket.

"Nggak ada instruksi, nggak ada," singkat Ketua DPP PDIP itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement