REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Penolakan keras datang dari para pemilih dan organisasi Muslim terhadap Presiden Amerika Serikat Joe Biden setelah DPR merestui RUU pemberian dana sebesar 26 miliar dolar AS kepada Israel, Sabtu (20/4/2024) lalu. RUU tersebut juga mencakup pendanaan untuk Ukraina dan Taiwan.
Biden mengatakan akan menandatanganinya segera setelah RUU tersebut sampai di mejanya. Organisasi-organisasi Islam di AS telah menyerang pemerintahan Biden selama berbulan-bulan atas dukungannya yang terus berlanjut terhadap Israel.
Beberapa pihak mengatakan penandatanganan undang-undang terbaru ini oleh Biden akan menjadi tantangan terakhir. Direktur Urusan Pemerintahan Dewan Hubungan Amerika-Islam, Robert McCaw kepada NBC News mengatakan keputusan pemberian bantuan kepada Israel menandai hubungan Gedung Putih dengan komunitas Muslim Amerika dan warga Amerika lainnya yang menentang genosida di Gaza sulit terjalin baik.
“Pemerintahan sudah berada pada titik terendah dalam hubungannya dengan komunitas Muslim Amerika,” ujarnya, dilansir dari Fox News, Senin (22/4/2024).
Sementara itu, organisasi CAIR National menggambarkan bantuan tersebut sebagai cek kosong yang memungkinkan pemerintah Israel untuk membeli senjata ofensif yang telah digunakan untuk membantai setidaknya 34.000 warga Palestina di Gaza.
“Memberi Netanyahu cek kosong setelah semua kejahatan perang yang dilakukan pemerintahannya akan membuat negara kita sepenuhnya terlibat dalam genosida di Gaza dan kemungkinan besar menandai titik puncak dari sisa hubungan Biden tidak hanya dengan Muslim Amerika, tetapi juga dengan banyak orang Amerika lainnya yang menentang genosida,” tulis CAIR dalam sebuah pernyataan.
Anggota Parlemen, Pramila Jayapal juga mengkritik RUU tersebut saat tampil di MSNBC. Ia membandingkan dukungan yang berkelanjutan untuk Israel dengan perang Irak. Pramila mencatat RUU Israel tidak membedakan antara pendanaan untuk senjata defensif dan ofensif.