Selasa 23 Apr 2024 09:03 WIB

Anemia Aplastik Akibat Konsumsi Obat Sakit Kepala Jarang Terjadi

Kasus anemia aplastik akibat konsumsi obat sakit kepala belum ditemukan di Indonesia.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Qommarria Rostanti
Obat sakit kepala (ilustrasi). Kasus anemia aplastik akibat mengonsumsi obat-obatan disebut jarang terjadi.
Foto: Pixabay
Obat sakit kepala (ilustrasi). Kasus anemia aplastik akibat mengonsumsi obat-obatan disebut jarang terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kasus anemia aplastik akibat mengonsumsi obat-obatan disebut jarang terjadi. Hal ini disampaikan Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Dr apt Zullies Ikawati untuk menanggapi soal kabar yang menyebut bahwa penyakit anemia aplastik salah satunya dapat disebabkan oleh obat sakit kepala. 

"Kejadian anemia aplastik akibat obat termasuk jarang. Apalagi seperti obat sakit kepala yang hanya digunakan dalam jangka pendek, jika perlu saja," kata Zullies dalam keterangannya, Senin (22/4/2024).

Baca Juga

Zullies mengatakan lembaga pengawasan obat pascapemasaran di Indonesia belum menjumpai laporan kejadian anemia aplastik akibat obat. Apalagi obat sakit kepala yang beredar di Indonesia menurutnya sudah mendapatkan izin BPOM dan aman digunakan. 

"Selama digunakan sesuai dengan petunjuk pemakaiannya. Adanya informasi pada kemasan tentang risiko menyebabkan anemia aplastik memang perlu dicantumkan sesuai aturan BPOM, walaupun kejadiannya sangat jarang, yaitu 1 kasus per 1 juta pengguna," ungkapnya.

Meski jarang terjadi, Zullies mengaingkapkan memang ada beberapa obat dilaporkan dapat berisiko menyebabkan anemia aplastik. Namun kejadian anemia aplastik akibat penggunaan obat ini menurutnya sangat jarang dan itupun terjadi pada penggunaan yang kronis dengan dosis besar, dan tidak selalu terjadi pada setiap orang.

Beberapa obat yang dilaporkan berisiko menyebabkan anemia aplastik  meliputi antibiotik Chloramphenicol, Obatn antiinflamasi nonsteroid, seperti indomethacin dan fenylbutazon, bisa berisiko menimbulkan anemia aplastik, meskipun kasusnya jarang. Kelompok antibiotik ini, termasuk sulfasalazine dan trimethoprim-sulfamethoxazole, juga telah dikaitkan dengan anemia aplastik. selain obat antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati epilepsi, seperti carbamazepine dan phenytoin, bisa menyebabkan anemia aplastik.

Tidak hanya itu, obat tiroid seperti propylthiouracil dan methimazole yang digunakan untuk mengobati hipertiroidisme. Obat sitotoksik dan kemoterapi, obat antiretroviral dalam beberapa kasus, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati HIV/AIDS telah dilaporkan menyebabkan anemia aplastik.

Zullies mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi obat-obat sakit kepala, meski ada informasi tentang efek samping anemia aplastik pada kemasannya. Namun jika mengalami gejala sakit kepala yang terus menerus dan tidak kunjung sembuh dengan obat sakit kepala biasa, ia menyarankan untuk segera diperiksakan ke dokter karena mungkin merupakan gejala adanya gangguan penyakit lain yang lebih berat. 

Selain itu, rutin memantau efek samping obat-obat apapun yang digunakan, terutama jika digunakan dalam jangka waktu lama atau dalam dosis tinggi. “Jika  mengalami gejala yang mencurigakan seperti kelelahan yang tidak biasa, mudah memar, atau infeksi yang sering, sangat penting untuk segera menghubungi dokter,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement